10 Hal Patut Diketahui soal Tarif PLN: Kisah Tukang Las Ditagih Rp 20 Juta

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 13 Juni 2020 | 16:22 WIB
10 Hal Patut Diketahui soal Tarif PLN: Kisah Tukang Las Ditagih Rp 20 Juta
Ilustrasi meteran listrik. [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Lantaran PSBB pula, PLN menghentikan aktivitas pencatatan oleh petugasnya ke setiap rumah pelanggan pascabayar agar tidak berisiko terpapar, katanya.

"Kita memutuskan pencatat meter kita tidak mencatat ke rumah-rumah," kata Bob.

Karena PLN tidak melakukan pencatatan pemakaian pada tagihan April dan Mei, menurut Bob, mereka memutuskan kebijakan "penghitungan rata-rata selama tiga bulan".

"Jadi apa penyebab kenaikan tagihan tarif? Ya, karena kenaikan pemakaian. Nah, kenapa seolah-olah melonjak tinggi, karena itu tadi, kita menghitungnya rata-rata tiga bulan," paparnya.

7. Apa pengertian penghitungan 'rata-rata tiga bulan sebelumnya'?

Lebih lanjut Bob Sahril mengatakan, tagihan tarif listrik naik beberapa bulan terakhir karena adanya pengalihan (carry over) biaya lebih yang seharusnya dibayar konsumen.

Karena petugas PLN tidak bisa melakukan pencatatan meter ke rumah pelangga, maka tagihan April dan Mei, mereka menggunakan mekanisme pencatatan rata-rata tiga bulan sebelumnya.

"Kita melakukan rata-rata pembacaan tiga bulan ke belakang untuk dapat angka stand meter pada Maret untuk tagihan April. Jadi kita minta rata-ratanya Desember, Januari dan Februari," kata Bob.

Dia mencontohkan, rata-rata penggunaan listrik pada Desember-Januari-Februari 100 kWh, tetapi karena ada kebijakan kerja dari rumah (work from home, WFH) pada Maret, maka konsumsi listrik naik diasumsikan menjadi 120 kWh.

Baca Juga: Tagihan Listrik Melonjak, Pemerintah Gelar Aduan Secara Online

"Tapi PLN menghitungnya masih berdasarkan rata-rata konsumsi yakni 100 kWh, kelebihan 20 kWh-nya belum dihitung".

Ditambah konsumsi listrik di bulan April yang tanpa disadari membengkak, karena satu bulan WFH, demikian dicontohkan Bobo, maka menjadi 140 kWh.

Namun PLN juga masih menghitungnya berdasarkan rata-rata yakni 100 kWh. "Berarti ada lebih 60 kWh yang belum dihitung," ujarnya.

"Nah, di bulan Mei ini, PLN mulai mencatat meteran ke rumah pelanggan, misalnya konsumsi listrik pelanggan di bulan Mei 140 kWh ditambah carry over (pengalihan) yang belum terhitung 60 kWh.

"Maka pelanggan harus membayar tagihan dengan pemakaian 200 kWh sehingga lonjakan tagihan 200% tidak terhindarkan.

"Sehingga kalau kita lihat mulai rekening April ke Juni dari sebelumnya bayar 100 ini jadi 200. Dikalikan tarifnya kenaikannya 200%. Inilah yang terjadi pada masyarakat," papar Bob.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI