
Dirut Tegaskan BRI Tetap Kuat di Tengah Gejolak Ekonomi Global
Suara.com - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Hery Gunardi, menyampaikan pandangannya terkait potensi dampak perang tarif yang dilancarkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap bisnis perseroan dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
"Ekonomi Indonesia, termasuk bisnis BRI, lebih banyak bergantung pada domestic demand atau konsumsi domestik. Sehingga selain dari depresiasi mata uang yang terjadi, perang tarif diproyeksikan tidak berdampak terlalu signifikan untuk bisnis BRI maupun juga untuk Indonesia,” kata Hery saat konferensi pers Paparan Kinerja Keuangan BRI Triwulan I Tahun 2025 secara daring di Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Oleh karena itu, menurutnya, selain potensi dampak dari depresiasi mata uang yang mungkin terjadi, perang tarif yang saat ini berlangsung diperkirakan tidak akan memberikan pengaruh yang terlalu besar terhadap kinerja bisnis BRI maupun stabilitas ekonomi Indonesia secara umum.
Lebih lanjut, Hery Gunardi memaparkan bahwa kondisi perekonomian global sepanjang triwulan pertama tahun 2025 masih diwarnai oleh berbagai ketidakpastian. Ketidakpastian ini terutama disebabkan oleh meningkatnya tensi geopolitik di berbagai belahan dunia serta dampak lanjutan dari perang tarif yang turut memberikan tekanan pada aktivitas perdagangan internasional dan kelancaran rantai pasok global.
Meskipun demikian, BRI memperkirakan bahwa kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh AS mungkin akan memberikan dampak jangka pendek terhadap beberapa sektor. Namun, Hery Gunardi juga menyampaikan kabar baik bahwa saat ini sedang berlangsung negosiasi intensif antara pemerintah Indonesia dan AS. Diharapkan, negosiasi ini akan menghasilkan kesepakatan perdagangan yang lebih menguntungkan bagi kedua negara.
Hery Gunardi menekankan bahwa fundamental ekonomi Indonesia secara keseluruhan masih menunjukkan ketahanan yang baik (resilient). Hal ini tercermin dari kondisi cadangan devisa negara yang cukup memadai, bahkan menunjukkan tren peningkatan. Tercatat, cadangan devisa Indonesia naik dari US$155,7 miliar pada akhir Desember 2024 menjadi US$157,1 miliar pada akhir Maret 2025.
Selain itu, Hery Gunardi juga menyoroti bahwa konsumsi domestik masih menjadi kontributor utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang tercatat masih mampu tumbuh positif di tengah gejolak ekonomi global. Kekuatan permintaan di dalam negeri menjadi penopang penting bagi aktivitas bisnis berbagai sektor, termasuk UMKM yang menjadi fokus utama BRI.
Kendati demikian, Hery Gunardi mengakui bahwa tingkat konsumsi domestik saat ini masih belum pulih sepenuhnya jika dibandingkan dengan kondisi sebelum terjadinya pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor UMKM, yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat. Pemulihan konsumsi domestik menjadi kunci bagi keberlangsungan dan pertumbuhan bisnis UMKM di Indonesia.
Menyikapi kondisi ekonomi yang penuh dinamika ini, Hery Gunardi menegaskan, "Dalam kondisi tersebut, BRI terus memperkuat perannya sebagai bank yang prorakyat dengan tetap fokus menumbuhkembangkan dan memperdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia sebagai upaya nyata dalam mendukung pertumbuhan dan ketahanan ekonomi Indonesia." Komitmen BRI untuk terus mendukung UMKM menjadi strategi utama perseroan dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Di tengah dinamika ekonomi global yang penuh tantangan, BRI Group berhasil mencatatkan kinerja keuangan yang solid pada triwulan pertama tahun 2025. Laba bersih perseroan mencapai Rp13,80 triliun, dengan total aset yang tumbuh signifikan mencapai Rp2.098,23 triliun atau meningkat sebesar 5,49 persen secara tahunan.
Pada periode yang sama, BRI juga berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp1.373,66 triliun, tumbuh sebesar 4,97 persen secara tahunan. Penyaluran kredit BRI masih didominasi oleh segmen UMKM, dengan porsi mencapai 81,97 persen dari total kredit perseroan atau senilai Rp1.126,02 triliun. Hal ini menunjukkan komitmen BRI yang kuat dalam mendukung pertumbuhan sektor UMKM.
Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) BRI terus menunjukkan perbaikan. Tercatat, rasio NPL BRI turun dari 3,11 persen pada akhir triwulan pertama tahun 2024 menjadi 2,97 persen pada akhir triwulan pertama tahun 2025. Selain itu, rasio kredit yang berpotensi bermasalah (loan at risk/LAR) juga mengalami penurunan dari 12,68 persen pada akhir triwulan pertama tahun 2024 menjadi 11,12 persen pada periode yang sama tahun 2025.
Sebagai langkah antisipatif, BRI tetap menyiapkan pencadangan yang memadai untuk mengantisipasi potensi terjadinya penurunan kualitas aset di masa depan. Hal ini tercermin dari rasio pencadangan terhadap NPL (NPL coverage ratio) BRI yang mencapai 200,60 persen, menunjukkan tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam pengelolaan risiko kredit.
Dari sisi pendanaan, BRI berhasil menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp1.421,6 triliun. Struktur pendanaan BRI didominasi oleh dana murah (current account and savings account/CASA), dengan proporsi mencapai 65,77 persen atau setara dengan Rp934,95 triliun, menunjukkan efisiensi dalam pengelolaan biaya dana.
Kinerja positif BRI sepanjang triwulan pertama tahun 2025 juga didukung oleh kondisi likuiditas yang memadai serta permodalan yang kuat. Hal ini tercermin dari rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) yang berada pada level 86,03 persen serta rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang solid sebesar 24,03 persen, memberikan ruang yang cukup bagi BRI untuk terus tumbuh secara berkelanjutan di tengah tantangan ekonomi global.