-
Timnas U17 ukir sejarah kemenangan perdana di Piala Dunia 2025.
-
Garuda Muda gagal lolos walau raih tiga poin di Grup H.
-
PSSI fokus merawat pemain U17 sebagai pondasi Timnas U20.
Suara.com - Perjalanan Timnas Indonesia U-17 di ajang prestisius Piala Dunia U-17 2025, yang dinakhodai oleh Pelatih Nova Arianto, telah mencapai purna.
Meskipun harus merelakan tiket ke babak gugur, Garuda Muda mencatatkan sebuah prestasi bersejarah yang patut diapresiasi.
Keikutsertaan di turnamen kelas dunia ini menjadi pembuktian dari proses panjang yang dimulai sejak Piala AFF U16 2024.
Langkah kualifikasi melewati berbagai tahapan krusial, termasuk penampilan di Piala Asia U17 2025 pada bulan April, yang membuka pintu ke Qatar.
Pencapaian terbaik timnas U17 adalah mengukir kemenangan perdana sepanjang keikutsertaan Indonesia di pentas sepak bola usia muda global.
Babak penyisihan Grup H menghadirkan lawan-lawan tangguh seperti Zambia, Brasil, dan Honduras bagi skuad Merah Putih.
Indonesia memulai petualangan mereka di Doha, Qatar, dengan menghadapi perwakilan Afrika, Zambia, pada 3 November.
Harapan untuk meraih poin awal sangat diidamkan guna mempermudah jalan lolos dari fase grup yang sangat kompetitif.
Asa sempat membumbung tinggi ketika Muhammad Zahaby Gholy berhasil mencetak gol cepat pada menit ke-12 di Lapangan 7 Aspire Zone.
Baca Juga: Bikin Sejarah di Piala Dunia U-17 2025, Nova Arianto Promosi ke Timnas Indonesia U-20
Sayangnya, kendali permainan kemudian beralih sepenuhnya ke tangan tim Zambia yang menunjukkan ketahanan fisik luar biasa.
Gawang Indonesia harus kebobolan tiga kali beruntun setelah gol penyama kedudukan oleh Abel Nyirongo di menit ke-35.
Abel Nyirongo kembali menggandakan keunggulan Zambia hanya dua menit berselang, mengubah papan skor menjadi 2-1.
Lukonde Mwale menambah derita Garuda Muda dengan gol ketiga Zambia pada menit ke-42, menutup babak pertama dengan skor 3-1.
Skor 3-1 bertahan hingga peluit panjang, memberikan tiga poin kepada Zambia dan meninggalkan Indonesia dengan kekalahan di laga pembuka.
Pelatih Nova Arianto mengakui bahwa mental dan keberanian para pemain Evandra Florasta dan rekan-rekan sempat teruji di babak pertama melawan Zambia.
Meskipun kecewa, Nova Arianto mengapresiasi kerja keras yang telah dilakukan oleh tim asuhannya melawan wakil Afrika tersebut.
Secara keseluruhan, Indonesia berhak menempati posisi ketiga sementara karena unggul selisih gol dari Honduras yang dibantai Brasil 0-7.
Ujian sesungguhnya datang empat hari kemudian ketika Timnas U17 harus berhadapan dengan juara empat kali, Brasil.
Menghadapi raksasa Amerika Selatan tersebut, sang pelatih secara tegas meminta anak asuhnya untuk tampil tanpa rasa takut.
Nova Arianto melakukan penyesuaian strategi dengan memperkuat lini pertahanan.
Ia memainkan Dimas Adi, Muhammad Algazni, dan Rafi Rasyiq sebagai starter, menggantikan tiga pemain dengan tipikal menyerang.
Perubahan tersebut mengorbankan Zahaby Gholy, Mierza Firjatullah, dan Fabio Azkakurniawan di starting eleven untuk laga krusial ini.
Laga di Lapangan 7 Aspire Academy dimulai dengan kejutan gol cepat Brasil dari bek tengah Luis Eduardo pada menit ketiga.
Gawang yang dijaga Dafa Algasemi kembali bergetar pada menit ke-33 akibat sepakan Kayke yang mengenai Putu Panji dan berbelok masuk.
Pesta gol Brasil ditutup pada babak pertama oleh sepakan akurat Felipe Morais yang membawa timnya unggul 3-0.
Dominasi Brasil berlanjut pada paruh kedua, ditandai dengan gol keempat yang dicetak oleh Ruan Pablo di menit ke-75.
Meskipun tertinggal jauh, pemain pengganti Gholy sempat memberikan ancaman ke gawang Brasil sebelum laga berakhir 4-0 untuk kemenangan mereka.
Setelah dua pertandingan, secara matematis, peluang Indonesia untuk lolos sebagai salah satu tim peringkat ketiga terbaik masih terbuka tipis.
Syaratnya adalah meraih kemenangan telak, minimal tujuh gol tanpa balas, saat berjumpa dengan tim dari Amerika Tengah, Honduras.
Tanggal 10 November menjadi penentu nasib, dengan pergeseran venue pertandingan ke Lapangan 2 Aspire Academy.
Pelatih Nova Arianto sudah berulang kali menekankan pentingnya tiga poin atas Honduras demi menjaga kehormatan dan peluang kecil yang tersisa.
Tanpa meremehkan lawan, Nova melihat laga kontra Honduras sebagai kesempatan emas bagi Evandra dan kawan-kawan untuk membuktikan diri.
Di lapangan, Garuda Muda tampil lebih lepas dan mengurangi kesalahan mendasar, meskipun paruh pertama berakhir imbang tanpa gol.
Kebuntuan akhirnya pecah pada menit ke-52 melalui eksekusi penalti Evandra yang sukses menjebol gawang lawan.
Hadiah penalti didapatkan setelah wasit mengabulkan permintaan review VAR dari Pelatih Nova, menyusul pelanggaran terhadap Mierza Firjatullah.
Sayangnya, Honduras membalas cepat, juga melalui titik putih, yang dieksekusi oleh Luis Suazo pada menit ke-54.
Gairah untuk mencetak sejarah di Qatar memuncak, dan pada menit ke-72 Fadly Alberto Hengga melesakkan gol kemenangan indah.
Skor 2-1 bertahan hingga akhir, memastikan Timnas U17 Indonesia mencetak rekor kemenangan perdana di Piala Dunia U17.
Namun, dengan raihan tiga poin dan selisih gol minus lima (-5), Indonesia harus mengakui kegagalan untuk melaju ke fase 32 besar.
Empat tim peringkat ketiga lainnya, yakni Maroko, Republik Ceko, Tunisia, dan Meksiko, memiliki selisih gol yang lebih superior.
Keterlibatan di Piala Dunia U17 ini mempertegas masalah fundamental sepak bola Indonesia, yaitu minimnya waktu bermain bagi pemain muda.
Hal ini menjadi sorotan utama Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, yang sering menyuarakan perlunya solusi atas isu kurangnya menit bermain untuk talenta-talenta usia dini.
Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, memastikan komitmen federasi untuk mengawal perkembangan para pemain U17 ini.
Meskipun formulasi perawatan belum dirinci, fokus utama adalah memastikan pemain tetap berada di klub atau menemukan skema pengembangan yang paling tepat.
Diasumsikan bahwa kompetisi Elite Pro Academy (EPA) akan menjadi fokus serius PSSI ke depan untuk menyediakan wadah kompetisi yang berkelanjutan.
Penyelenggaraan EPA yang mencakup kelompok usia U14, U16, U18, dan U20 (EPA Super League) akan dipantau ketat demi kemajuan pemain.
Program EPA saat ini mungkin belum ideal, namun menunjukkan arah menuju kompetisi usia muda yang lebih terstruktur.
Jam terbang dan menit bermain yang memadai adalah kebutuhan mendasar bagi para pemain muda untuk dapat mencapai potensi terbaik mereka di level selanjutnya.