"Saya sadar diri bahwa saya benar-benar sneidirian, serba kurang dan ditambah pelecehan terhadap saya," ujar PPT.
Kendati demikian PPT mengaku bersyukur, meski malu dengan video yang beredar, akhirnya ia terbebas dari perbudakan seks oleh gurunya senidri.
Trauma dan Hiperseks
Video tak senonoh yang beredar tak sedikit memojokan PPT dan menganggap mau sama mau. Hal ini disebabkan lantaran PPT tampak menyerahkan dirinya pada sang guru.
Padahal PPT yang masih di bawah umur jelas dianggap sebagai korban. Dalam kasus ini, praktisi gentle parenting Halimah melalui akun TikToknya @dailyjour menjelaskan terkait anak yang tampak mau sama mau ketika dilecehkan orang dewasa.
"Menurut peneltian ketika seseorang mengalami pelecehan seksual di usia anak-anak atau remaja, maka trauma yang sering ditimbulkan adalah hiperseksualitas," ungkap Halimah di akun TikTok miliknya.
"Ketika seorang anak atau remaja mengalami sensasi biologis yang seharusnya tidak dirasakan di usai tersebut dan itu terjadi pikiran dan tubuh anak enggak sinkron, pikiran menolak tapi tubuh menginginkan sesuatu tersebut," imbuhnya.
Trauma atas pelecehan menurut Halimah bisa sangat beragam namun mendorong mendorong untuk berbuat sesuatu di luar nalar. Mulai dari hiperseks bahkan sampai mengubah orientasi dan ekspresi seksual.
Pelecehan seksual dari orang dekat juga bisa sangat rentan, terutama pada anak yang memiliki kekosongan peran orang tua.
Baca Juga: Kenali Child Grooming, Istilah yang Dikaitkan Kasus Guru-Murid di Gorontalo
"Bagi anak yang punya alarm yang sehat mungkin risih tapi bagimana anak yang tak pernah mengalami kasih sayang ke ayahnya pasti dia akan nyaman. Kalau respons traumanya jadi hiper dia enggak akan merasa cukup dia akan nyari meski merasa jijik," tandasnya.