Program ini juga menjadi bagian dari kampanye besar Roemah Koffie dalam mengangkat kopi Indonesia sebagai warisan budaya, bukan sekadar komoditas.
Hal itu terlihat jelas dalam booth mereka di WOC yang menampilkan pertunjukan musik adat Toba, dengan alat musik khas seperti Taganing, Sarune, Suling, dan Hasapi.
Suasana booth yang kental akan nuansa budaya ini menarik perhatian banyak pengunjung mancanegara. Mereka tidak hanya mencicipi kopi, tetapi juga diajak mengenal budaya Sumatra Utara melalui irama dan interaksi langsung dengan musisi.
Selain itu, instalasi Giant Koffie Tins juga menjadi daya tarik utama di event ini. Pengunjung dapat merasakan pengalaman imersif seperti berada di tengah kebun kopi, dijatuhi biji kopi, hingga menyaksikan kain adat Sumatra Utara berterbangan.
Suara alam, aroma kopi segar, dan visual yang memukau membuat banyak pengunjung tak hanya menikmati kopi, tapi juga membagikan pengalaman tersebut di media sosial.
Dengan segala upaya ini, Roemah Koffie pun menunjukkan bahwa mereka bukan hanya produsen kopi, tapi juga pelestari budaya dan pendidik generasi baru.
“Ini bukan sekadar tentang menjual kopi. Ini tentang melestarikan budaya, membangun masa depan, dan menjaga agar kopi Indonesia tetap hidup dan dihargai dunia,” pungkas Felix.
Lewat beasiswa Roemah Koffie Academy, generasi muda kini punya jalan untuk belajar, berkembang, dan menjadi bagian dari masa depan kopi Indonesia yang lebih cerah.
Baca Juga: Rumah Budaya Ratna: Surga Kecil Bagi Pencinta Sastra, Buku, dan Budaya