Suara.com - Perayaan Idul Adha tinggal menunggu hari dan seluruh keluarga di Tanah Air, khususnya bagi mereka yang merayakan, tak lama lagi akan bersama merasakan eforia hari suci tersebut.
Keluarga-keluarga Muslim di Indonesia nantinya akan bersuka cita bisa menunaikan rangkaian ibadah Idul Adha, termasuk berkurban dan menyantap olahan daging hewan kurban.
Sayangnya, ada beberapa anggota keluarga yang kini telah berpulang dan tak bisa ikut hadir dalam perayaan Idul Adha 2025 tahun ini.
Sontak, mereka yang telah ditinggalkan oleh anggota keluarga tercinta bertanya-tanya, apakah boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal?

Mayoritas ulama ternyata telah memberikan jawaban mereka yang hampir satu suara terhadap pertanyaan tersebut.
Berikut penjelasan para ulama fiqh atau hukum Islam terkait berkurban untuk orang meninggal dunia.
Imam Muhyiddin Syarf an Nawawi: Hukumnya sama dengan berkurban untuk orang yang masih hidup
Salah satu imam bermazhab Syafi'i, Imam Muhyiddin Syarf an Nawawi alias Imam Nawawi menjelaskan hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal tak jauh berbeda dengan berkurban atas orang yang masih hidup.
Adapun dalam kitab Minhaj ath-Thalibin menjelaskan bahwa jika seseorang ingin berkurban untuk orang lain, maka ia harus mengantongi izin terlebih dahulu.
Baca Juga: Apakah Kambing Betina Bisa untuk Kurban? Ini Syarat Sah Berkurban Idul Adha
Tak etis jika berkurban untuk orang lain, namun orang lain yang bersangkutan tak memberikan izin atau bahkan tak tahu menahu soal kurban tersebut.
Lalu kala orang itu sudah tiada, maka seseorang harus mendapatkan wasiat yang terang dari orang yang telah meninggal dunia tersebut.
Kala orang yang berpulang telah berwasiat untuk meminta turut ikut serta berkurban, maka diperbolehkan untuk berkurban atas orang itu.
“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani,” tulis Imam Nawai dalam salah satu kitabnya yang kondang.
Abu al Hasan al Abbadi: Kurban bagi orang yang telah meninggal adalah sedekah
Abu al Hasan al Abbadi juga sepakat dengan penjelasan tentang Imam Nawawi terkait adab berkurban untuk orang lain.
Abu al Hasan beserta ulama-ulama lainnya sepakat bahwa berkurban untuk orang lain harus disertai dengan izin dan persetujuan yang jelas.
Namun, Abu al Hasan al Abbadi lebih lanjut menjelaskan terkait nilai dan keutamaan dari berkurban bagi orang yang telah meninggal dunia.
Berkurban bagi orang yang telah tiada bernilai sedekah dan bisa menjadi pahala baik bagi orang yang meninggal dan yang membantunya berkurban.
"Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah," bunyi kutipan dari kitab fatwa Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr.
"Sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama," lanjut kitab fatwa tersebut.
Ulama Muhammadiyah: Ada syarat untuk berkurban bagi orang yang meninggal dunia
Pihak ulama dari Muhammadiyah juga telah menjelaskan hukum dari berkurban bagi orang yang telah meninggal.
Asep Shalahudin kala mengisi Pengajian Tarjih edisi ke-132 ternyata memberikan jawaban tegas bahwa kurban bagi orang yang wafat hukumnya tidak masyru’ atau tidak diperbolehkan.
Namun, ada pengecualian apabila orang yang telah meninggal tersebut telah berwasiat atau telah bernazar.
Sebab, nazar atau waisat yang tidak ditunaikan adalah utang, sebagaimana yang tertulis di surat An Najm ayat 38-39.
Kontributor : Armand Ilham