Suara.com - Polemik seputar khutbah Jumat berbahasa Arab kembali menjadi perbincangan. Banyak umat Muslim bertanya, apakah khutbah Jumat wajib dalam bahasa Arab?
Ternyata, para ulama memiliki pandangan beragam mengenai hal ini, utamanya karena tidak adanya perintah eksplisit dari Rasulullah SAW mengenai tata cara berkhutbah secara rinci.
Dikutip dari ulasan situs resmi Muhammadiyah, menyebutkan bahwa yang menjadi dasar adalah sunnah fi’liyah, yakni catatan perbuatan Rasulullah SAW saat berkhutbah.
Riwayat Jabir bin Samurah RA menyebutkan, "Rasulullah SAW berkhutbah sambil berdiri, duduk di antara dua khutbah, membaca ayat-ayat Al-Qur’an, dan mengingatkan manusia." (HR. Ahmad).
Namun, riwayat ini tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa seluruh isi khutbah harus menggunakan bahasa Arab.
Dalam perspektif ilmu ushul fiqh, praktik Nabi tidak selalu berarti kewajiban mutlak. Perlu kajian apakah perbuatan tersebut menunjukkan status wajib, sunnah, atau mubah.
Dalam konteks ini, khutbah dengan bahasa lokal tetap dimungkinkan selama tidak menanggalkan elemen pokok.
Elemen pokok khutbah yang disunnahkan dalam bahasa Arab antara lain:
- Hamdalah, sebagai pembuka khutbah sesuai riwayat Jabir bin Abdillah.
- Syahadah, yakni dua kalimat kesaksian.
- Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, berdasarkan perintah dalam QS. Al-Ahzab ayat 56.
- Pembacaan ayat Al-Qur’an, yang selalu dilakukan Nabi dalam khutbahnya.
- Doa untuk kaum Muslimin, khususnya yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.
Sementara isi atau materi khutbah, para ulama sepakat bahwa bahasa lokal sah digunakan, demi menyampaikan pesan kepada jamaah secara efektif.
Hal ini ditegaskan dalam firman Allah dalam Surah Ibrahim (14) ayat 4: "Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka."
Dalam praktik Rasulullah SAW, memang tidak ditemukan penggunaan bahasa selain Arab saat khutbah. Namun, itu karena Arab adalah bahasa kaumnya dan lingua franca saat itu, bukan karena adanya tuntutan syariat yang mengharuskan khutbah Jumat selalu dalam bahasa Arab di segala kondisi.
Fungsi utama khutbah Jumat meliputi tandzir (peringatan), tausiyah (nasihat), tadzkir (penyadaran), dan tabsyir (kabar gembira). Semua itu hanya bisa tercapai jika pesan disampaikan dalam bahasa yang dipahami jamaah.
Dalam konteks keindonesiaan, di mana mayoritas jamaah tidak menguasai bahasa Arab, penggunaan bahasa Indonesia dalam substansi khutbah justru menjadi bentuk ketaatan terhadap prinsip dakwah yang diajarkan Rasulullah SAW: menyampaikan dengan bahasa yang dimengerti umat.
Kesimpulannya, penggunaan bahasa Arab tetap dipertahankan untuk unsur ritual khutbah Jumat, namun isi utama khutbah sebaiknya menggunakan bahasa lokal demi efektivitas penyampaian pesan. Prinsip ini menjembatani antara tuntunan syariat dan kebutuhan dakwah kontekstual umat Muslim masa kini.