Suara.com - Sindrom patah hati melemahkan jantung akibat stres, meningkatkan risiko kematian. CBT dan olahraga membantu pemulihan.
Studi pada 76 pasien menunjukkan CBT dan latihan fisik meningkatkan energi jantung dan kebugaran dibanding perawatan rutin.
Sindrom takotsubo berdampak jangka panjang pada jantung, namun terapi psikologis dan olahraga dapat membantu pemulihan.
Sindrom patah hati, atau kardiomiopati takotsubo, menjadi perhatian serius dalam dunia medis karena menyebabkan otot jantung melemah secara mendadak dan berubah bentuk.
Kondisi ini biasanya muncul akibat stres emosional atau fisik berat, termasuk kehilangan orang tercinta, seperti dilaporkan The Guardian pada 30 Agustus 2025.
Pasien sindrom patah hati sering mengalami gejala mirip serangan jantung dan berisiko dua kali lebih tinggi meninggal dini dibanding populasi umum.
Dr. Sonya Babu-Narayan, direktur klinis British Heart Foundation, menyatakan, "Sindrom takotsubo dapat menjadi kondisi menghancurkan yang memengaruhi Anda saat sangat rentan jika dipicu peristiwa besar dalam hidup."
Meski belum ada obat spesifik untuk kardiomiopati takotsubo, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kombinasi terapi perilaku kognitif dan program olahraga pemulihan jantung efektif membantu pasien.
Program olahraga mencakup berenang, bersepeda, dan aerobik yang terbukti mendukung pemulihan fungsi jantung.
Dr. David Gamble, dosen klinis kardiologi University of Aberdeen, menekankan efek jangka panjang sindrom patah hati.
"Pasien dapat terpengaruh sepanjang hidup, dengan kesehatan jantung jangka panjang setara penyintas serangan jantung," ujarnya di kongres European Society of Cardiology di Madrid.
Studi ini melibatkan 76 pasien dengan kardiomiopati takotsubo, 91 persen perempuan, rata-rata usia 66 tahun. Peserta dibagi acak menjalani CBT, program olahraga, atau perawatan standar, sambil tetap menerima pengobatan jantung rutin.
Kelompok CBT mengikuti 12 sesi mingguan dan dukungan harian bila diperlukan. Kelompok olahraga menjalani program 12 minggu mencakup treadmill, sepeda statis, aerobik, dan berenang, dengan intensitas meningkat setiap minggu. Peneliti memanfaatkan spektroskopi resonansi magnetik 31P untuk mempelajari produksi, penyimpanan, dan penggunaan energi jantung.
Hasil menunjukkan peningkatan signifikan bahan bakar jantung pada pasien CBT dan olahraga, tidak terlihat pada perawatan rutin. Jarak rata-rata berjalan enam menit naik: CBT 402m ke 458m, olahraga 457m ke 528m. VO2 max meningkat 15 persen pada CBT dan 18 persen pada olahraga, menunjukkan perbaikan kebugaran dan fungsi jantung.
"Program latihan fisik membantu pasien, tapi menarik bahwa terapi perilaku kognitif juga meningkatkan fungsi jantung dan kebugaran pasien," kata Dr. Sonya Babu-Narayan. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menilai efek jangka panjang pada gejala dan kelangsungan hidup sindrom patah hati. (Antara)