Kisah Transpuan Saat Pandemi Corona: Hidup Seperti Orang yang Mati Perlahan

Chandra Iswinarno Suara.Com
Sabtu, 02 Mei 2020 | 13:52 WIB
Kisah Transpuan Saat Pandemi Corona: Hidup Seperti Orang yang Mati Perlahan
Ilustrasi transgender. [BBC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Diskriminasi dan stigma negatif

Lebih jauh, Rikky menjelaskan dengan kendala-kendala yang mereka hadapi, LGBT dikategorikan sebagai kelompok rentan selama pandemi virus corona. Apalagi, mereka selalu mendapat diskriminasi.

"Terutama teman-teman transgender yang jelas-jelas mereka dari kecil hak identitas mereka sulit diakui oleh negara," ujar Rikky.

Hal ini diakui oleh Mama Yuli yang berharap diperlakukan sama dengan warga negara lain, kendati penolakan dan stigma buruk masih tetap melekat.

"Kenapa kelompok kami dianggap kelompok yang membawa malapetaka atau tidak perlu diurus, karena kita juga bagian dari manusia," ujar Yuli.

"Kita bagian dari warga negara yang punya hak untuk diperhatikan sama dengan masyarakat yang lain," imbuhnya.

Sementara itu, kasus pembunuhan transpuan bernama Mira di Jakarta Utara pada awal April silam, membuat Atha mewanti-wanti teman-teman transpuan lain berhati-hati di tengah pandemi virus corona.

"Aku sering bilang pada saat pandemi ini kalian harus ingat orang-orang itu sedang susah, mudah terpancing emosi, cepat marah. Jadi mesti hati-hati karena situasi kaya gini cepat memicu emosi orang," ujar Atha.

Selain diskriminasi, Kanzha Vina dari Koalisi Crisis Response Mechanism (CRM) menambahkan, transpuan mengalami kesulitan mendapat akses pekerjaan dan pendidikan, sehingga pilihan lapangan kerja bagi mereka sangat minim.

Baca Juga: Pasangan Transgender Punya Anak, Jadi yang Pertama di Inggris

"Karena pilihan pekerjaan tidak banyak, pekerjaan yang selama ini sangat lekat dengan transgender adalah pekerja seks, salon, pengamen dan jasa-jasa lainnya," ujar Vina.

Namun, adanya pembatasan-pembatasan akibat pandemi virus corona membuat kelompok transpuan sulit bertahan karena kebanyakan dari mereka adalah pekerja harian.

"Instruksinya tinggal di rumah, tapi kita sendiri terancam dikeluarkan dari tempat tinggal kita sendiri, sementara belum ada alternatif dari pemerintah untuk teman-teman kita," kata dia.

Hingga 21 April, Koalisi CRM telah memberikan akses bantuan kepada lebih dari 1.300 trans puan yang tersebar di beberapa daerah. Namun Vina memperkirakan jumlahnya akan terus bertambah.

Dona, transpuan yang tengah menjalani hidupnya di usia senja berharap pandemi virus corona segera berlalu agar kehidupan kembali normal.

"Saya hanya bisa berdoa hilang lah virus corona ini ke depannya, secepatnya kembali normal lagi. Bukan hanya kita waria aja, tapi seluruh umat Indonesia bisa kembali normal seperti dulu lagi beraktivitas dan berkarya lagi," cetusnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI