Jejak Kereta Belanda di Priangan: Dari Tanam Paksa hingga Tempat Plesiran

Bangun Santoso Suara.Com
Senin, 04 Mei 2020 | 13:36 WIB
Jejak Kereta Belanda di Priangan: Dari Tanam Paksa hingga Tempat Plesiran
Potret kereta api saat masa penjajahan Belanda
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ada pula kritik dari kelompok liberal yang menuding Cultuurstelsel telah membunuh bisnis perkebunan swasta di Hindia Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda merespons kritik-kritik itu dengan memberlakukan Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) pada 1870.

"Undang-undang agraria atau Agrarische Wet 1870 membuka peluang lebih besar bagi pihak swasta untuk masuk ke dalam sektor perkebunan di Priangan. Tentunya ini membawa dampak makin luasnya area perkebunan di Priangan," papar Dicky Soeria Atmadja, wakil ketua International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia.

"Dan dengan semakin luasnya area perkebunan tentunya kebutuhan transportasi terutama kereta api juga akan makin meningkat. Dengan demikian terlihat bahwa pemerintah mendorong dibangunnya kembali beberapa jalur atau sejumlah jalur di Priangan untuk mendukung perkebunan-perkebunan baru ini," tambah Dicky.

Sejumlah literatur mencatat jumlah perkebunan meningkat di Priangan setelah kereta api hadir sebagai moda transportasi tepat pada masa peralihan dari era Cultuurstelsel atau tanam paksa ke era Undang-Undang Agraria.

Setelah UU Agraria diberlakukan, pada tahun 1902 di seluruh Hindia Belanda terdapat lebih kurang 100 perkebunan teh; 81 di antaranya terletak di Jawa Barat.

Perkebunan kina di Hindia Belanda berjumlah 82 buah, dan yang berada di Jawa Barat sebanyak 60 perkebunan.

Produksi kina dari Hindia Belanda (terutama perkebunan di Priangan) pada tahun 1939 sebanyak 12.391 ton alias sama dengan 90% dari seluruh produksi kina dunia.

Stasiun Sukabumi

Baca Juga: Sejarah Hari Kebebasan Pers Sedunia

Kita melanjutkan perjalanan menuju stasiun Sukabumi.

Di stasiun ini, kita masih bisa melihat sisa-sisa teknologi yang terbilang maju pada zamannya mengingat saat itu kereta api sangat diandalkan untuk mengangkut hasil perkebunan di Priangan.

Dicky memperlihatkan wujud salah sisa teknologi di ujung stasiun, yaitu turn table.

"Turn table fungsi utamanya adalah untuk memutar arah lokomotif. Jadi saat itu lokomotif uap yang datang dari arah Bogor menuju ke Sukabumi sampai di stasiun ini, jika ingin kembali lagi ke arah Bogor harus diputar arahnya dulu lokomotifnya," kata Dicky.

Proses kerja turn table diawali dengan masuknya lokomotif ke dalam rel pada turn table sampai titik berat lokomotif tepat di tengah-tengah.

"Karena titik berat lokomotif itu tepat diletakkan di tengah-tengah, cukup dengan dua orang saja maka lokomotif yang beratnya puluhan ton—bisa sampai 80 ton bahkan lebih— dapat diputar arahnya, berkebalikan arah," papar Dicky.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI