Sebagian warga mencurigai para jenderal yang ingin memboncengi transisi demokratis di Khartoum demi mengamankan kekuasaan sendiri.
Minggu (2/1), ribuan demonstran di Khartoum dan Omdurman menghalau tembakan gas air mata dan polisi anti huru-hara untuk menuntut pemerintahan sipil di Sudan.
Protes tetap berlangsung kendati otoritas memerintahkan pemadaman sistem komunikasi digital dan seluler di sejumlah kawasan ibu kota.
Mereka meneriakkan yel-yel "kekuasaan milik rakyat,” sembari menggugat agar militer kembali ke barak dan menjauh dari kekuasaan.
Komite Doktor yang mendukung kelompok pro-demokrasi, mengklaim aparat keamanan membunuh tiga orang demonstran.
Seorang di antaranya dikabarkan mendapat tembakan di dada, sementara seorang lain mengalami "luka parah di bagian kepala.”
Untuk menghadapi demonstran, aparat menutup jalan dan jembatan penghubung utama menuju ibu kota dengan kontainer.
Hingga kini, diperkirakan sudah sebanyak 57 warga yang tewas dalam aksi protes sejak kudeta. Demonstrasi belum akan sirna deklarasi "tahun perlawanan” oleh aktivis pro-demokrasi Sudan di media-media sosial, ketika menyambut pergantian tahun menuju 2022.
Sabtu (1/1), Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan Washington "siap untuk merespon terhadap mereka yang ingin memblokir asprasi rakyat Sudan untuk pemerintahan sipil, dan mereka yang ingin menghalangi pengawasan, keadilan dan perdamaian,” kata dia seperti dilansir Associated Press. rzn/hp (ap,rtr)
Baca Juga: Insiden Tambang Emas Tua Ambruk Di Sudan, 38 Penambang Liar Tewas
