Bila kita definisikan sederhana bahwa intelektual adalah orang yang melek belajar dan terpelajar, maka sesungguhnya kita memiliki banyak potensi intelektual, dengan beragam tipikal dan tingkatnya.
Baik yang diukur dalam skala pemdidikan Islam Dayah (murni) atau yang diukur lewat pendidikan formal hingga jenjang sarjana (arti sarjana adalah terpelajar). Atau mereka yang menjadi intelek secara non formal, lewat interaksi pengalaman dan penghayatan terhadap tanggung jawab akademik dan sosial.
Masalahnya, cukupkah lebel intelek itu dengan sematan "gelar" tamat sekolah semata?Inilah yang kemudian menjadi kegamangan sosial, saat para lulusan itu tak terserap oleh dunia kerja: apalagi saat adaptasi pandemi ini, setiadaknya hingga dua tahun ke depan.