Ketersedian bauksit China memiliki risiko kekurangan meski impor bauksit di Desember 2021 naik 13,32%. Namun stabilitas pasokan bauksit terancam karena kondisi di tiga negara pemasok bauksit China memiliki kebijakan yang bakal mengurangi pasokan, termasuk kebijakan pemerintah Indonesia yang akan menghentikan ekspor mineral bauksit dalam bentuk mentah pada tahun 2023 nanti.
Menurut data Kepabeanan, China mengimpor bauksit dari pada Desember lalu sebesar 2,26 juta metrik ton, naik 24,53% (MoM) dan 132,17% (YoY). Guinea sebagai pemasok terbesar bauksit ke China sebesar 3,56 juta metrik ton, disusul Australia sebanyak 2,9 juta metrik ton dengan total impor bauksit di Desember 8,73 metrik ton, naik 13,32% bulan ke bulan dan 16,4% tahun ke tahun.
Sepanjang tahun 2021, impor dari Guinea mencapai 54,84 juta ton, menyumbang 51,1% dari total impor China, meningkat 4,2% tahun-ke-tahun. Ketergantungan China pada sumber daya bijih Guinea terus meningkat. Chinalco, EGA, China Power Investment telah mempertahankan produksi bijih yang stabil di Guinea.
Di dalam negeri, Huaxing Aluminium, Jiaokou Xinfa, Xiaoyi Xinfa dan beberapa pabrik alumina pedalaman yang kekurangan pasokan bijih berkontribusi pada peningkatan permintaan. Kudeta di Guinea pada September 2021 menimbulkan kekhawatiran tentang pasokan bijih.
Hasil analisis Shanghai Metal Market (SMM), meskipun volume impor China tetap tumbuh positif, stabilitas keseluruhan impor bijih masih memiliki potensi risiko karena rezim Guinea tidak stabil dibuktikan dengan pemogokan besar-besaran pada 18 Januari 2022.
Lalu China mengimpor 34,08 juta ton bijih dari Australia sepanjang tahun 2021, menyumbang 31,7% dari total impor China dan turun 7,9% YoY. Pada paruh pertama tahun 2021, akibat perubahan hubungan perdagangan China-Australia, impor dari Australia menurun.
Selain itu, Australia memasuki musim hujan pada kuartal keempat, yang juga mempengaruhi penambangan dan pengiriman bijih dan semakin memperdalam ketergantungan China pada bijih Guinea.
Lalu Impor bijih bauksit China dari Indonesia pada tahun 2021 mencapai 16,6% dari total impor China, turun 4,2% YoY. Menurut SMM, rencana Presiden Indonesia Joko Widodo yang berulang kali menyebutkan rencana melarang ekspor bahan baku komoditas pada tahun 2022 dalam upaya untuk meningkatkan sektor manufaktur negara.
“Probabilitas larangan ekspor pada tahun 2022 tinggi, tetapi tidak mungkin perdagangan mengalami perubahan besar akibat larangan ekspor negara tersebut seperti yang pernah terjadi tahun 2014 lalu,” tulis SMM.
Namun, untuk beberapa pabrik alumina di China yang telah menggunakan bijih Indonesia, stabilitas produksi akan terganggu, dan biaya serta risiko produksi akan meningkat secara tidak wajar karena transformasi teknologi atau penggunaan bijih lain.
Sebagian besar pabrik alumina yang menggunakan bijih impor telah membangun stok untuk musim dingin, sehingga pasar spot tidak aktif. Harga bijih impor masih berfluktuasi berdasarkan angkutan laut. dan biaya dan risiko produksi akan meningkat secara tidak wajar karena transformasi teknologi atau penggunaan bijih lain.
Bagaimanapun, dengan habisnya bauksit domestik, China akan semakin bergantung pada impor. Menurut pemantauan dan perkiraan proyek alumina baru, diperkirakan 6,6 juta ton kapasitas baru akan dibangun di China pada tahun 2022. Sebagian besar proyek berlokasi di daerah pelabuhan pesisir dan sebagian besar menggunakan bijih impor.
Di antara mereka, perusahaan yang dipastikan akan dioperasikan pada paruh pertama tahun 2022 termasuk dua pabrik alumina: Bosai Wanzhou dan Hebei Wenfeng, yang melibatkan kapasitas gabungan sekitar 4 juta ton berdasarkan perkiraan.
Peningkatan kapasitas akan menciptakan lebih banyak permintaan untuk impor bijih. Diperkirakan impor bauksit akan berada di atas 100 juta ton pada tahun 2022.
“Ini telah menjadi kunci utama untuk pengembangan masa depan di sektor alumina untuk secara aktif meningkatkan teknologi produksi untuk mengurangi konsumsi bijih,” tulis SMM. (wb)