Menjadi Orang Tua di Era Digital

Senin, 18 Agustus 2025 | 14:03 WIB
Menjadi Orang Tua di Era Digital
Ilustrasi menjadi orang tua di era digital (Dok: ILFS)

3. Ciptakan zona bebas gawai.
Kita bisa menciptakan hal ini dengan batasan-batasan seperti, tidak ada yang boleh pegang gawai selama makan malam bersama (termasuk orang tua) atau ciptakan waktu untuk membaca buku bersama dan membahas isinya kemudian.

4. Jelajahi gawai bersama.
Cobalah menonton dan menggunakan gawai bersama dengan anak-anak dari segala usia. Ini bisa termasuk menonton acara atau film bersama dan berdiskusi dengan mereka tentang hal itu. Untuk anak yang lebih besar, minta mereka menunjukkan kepada kita apa yang mereka lakukan di dunia maya—apa yang mereka minati, aplikasi apa yang mereka sukai, dan lain-lain. Kita juga bisa menjadikan serial Adolescence sebagai bahan diskusi. Tanyakan: “Menurut kamu, kenapa tokoh itu merasa tertekan?” atau “Kalau kamu ada di posisi itu, apa yang akan kamu lakukan?”

5. Tahu kapan harus mundur sejenak.
Kita mungkin ingin terus memantau apa yang anak lakukan di perangkat mereka. Hal ini memang sangat penting kita lakukan dengan anak-anak yang masih sangat muda (usia 0 hingga 12 tahun). Seiring bertambahnya usia anak dan semakin banyaknya pengalaman dengan gawai mereka, kita bisa sedikit lebih “membebaskan” mereka, karena kita tidak ingin anak-anak merasa dikekang. Namun, tetaplah selalu awas untuk mengetahui apa yang mereka lakukan di dunia maya.

Teknologi akan terus berkembang, begitu juga tantangan digital anak-anak kita. Namun, satu hal yang tak bisa digantikan oleh algoritma adalah kehadiran orang tua yang peduli, mau belajar, dan terlibat. Anak-anak butuh orang tua, bukan filter.

Menjadi orang tua zaman sekarang memang tidak mudah, tapi hal ini juga tidak harus kita jalani sendiri. Seperti pepatah kuno Afrika yang mengatakan “It takes a village to raise a child”—membutuhkan seluruh lapisan masyarakat untuk membentuk anak-anak masa kini menjadi generasi yang unggul dan tangguh di masa depan.

Dunia digital memang penuh tantangan, tetapi juga menawarkan banyak peluang. Dalam mendidik anak, kita tidak bisa menafikan pentingnya literasi digital (dan AI), tetapi kita juga harus mempertimbangkan kesejahteraan mental anak-anak kita. Yang dibutuhkan anak bukanlah kontrol berlebihan, melainkan orang tua yang hadir sepenuh hati dan siap tumbuh bersama.

Seluruh orang tua di Indonesia, mari kita bergandengan tangan, bersama-sama mendidik anak-anak zaman now untuk berdaya dalam menghadapi masa depan dalam Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2025.

Mengangkat tema “AI-ducated: Unlocking The Future with AI Skills and Beyond,” IFLS 2025 menghadirkan pakar pendidikan, orang tua, penentu kebijakan, serta psikolog anak dan remaja. Dalam acara ini kita akan bersama-sama belajar bagaimana membuat keputusan strategis sekarang sehingga anak-anak kita tidak hanya siap untuk apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi juga diberdayakan, baik secara mental maupun emosional, untuk memimpin di masa depan. ***

Penulis: PT Reformasi Generasi Indonesia (REFO)

Baca Juga: Sambut HUT ke-80 RI, Pertamina Bawa UMKM Mendunia melalui SMEXPO Merah Putih

(Artikel ini telah/pernah diterbitkan oleh PT Reformasi Generasi Indonesia di laman ini)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI