- Sepak bola modern menyumbang emisi besar yang setara dengan satu negara kecil.
- UEFA dan penyelenggara turnamen besar sudah mendorong penggunaan transportasi umum, stadion bertenaga surya, efisiensi energi, hingga program daur ulang
- Banyak pesepak bola, dari Hector Bellerin hingga Gary Lineker, aktif bersuara dan bertindak nyata mendukung isu lingkungan.
Suara.com - Di balik euforia gol, sorakan suporter, dan pesta juara pada kompetisi sepak bola, ada sisi lain yang jarang dibicarakan, dampak lingkungan dari sepak bola modern.
Menurut laporan terbaru, industri sepak bola global menghasilkan lebih dari 30 juta ton emisi karbon dioksida setiap tahun — jumlah yang setara dengan total emisi satu negara kecil seperti Denmark.
Angka ini sebagian besar disumbang oleh perjalanan udara tim maupun suporter, konsumsi energi di stadion, hingga limbah makanan dan plastik yang menumpuk usai pertandingan.
Jejak Karbon: Dari Premier League hingga Turnamen Dunia
Sebuah studi terhadap 100 laga Premier League mencatat ada 81 penerbangan domestik hanya dalam waktu dua bulan.
Ironisnya, banyak penerbangan tersebut menempuh jarak yang sebenarnya bisa dijangkau lewat kereta atau bus.
Praktik serupa juga terlihat di Euro dan Copa America, di mana mobilitas tim dan fans antarnegara membuat jejak karbon semakin membengkak. Apalagi di Piala Dunia 2025 mendatang yang akan berlangsung di 3 negara.
Sebagai respons, UEFA mulai mendorong penggunaan transportasi umum dan kendaraan listrik selama Euro 2024.
Badan sepak bola Eropa itu bahkan berkomitmen untuk memangkas emisi hingga 50% pada 2030, dan mencapai target net zero pada 2040.
![Menurut laporan terbaru, industri sepak bola global menghasilkan lebih dari 30 juta ton emisi karbon dioksida setiap tahun [Tangkap layar X]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/30/33365-sampah-di-stadion.jpg)
Limbah Stadion Jadi Sorotan
Bukan hanya transportasi, masalah limbah juga mendapat sorotan besar.
Baca Juga: Skandal Naturalisasi: Setelah Facundo Garces, Giliran Imanol Machuca Ditendang Klub
Survei Rising Ballers menunjukkan bahwa 72% suporter Gen Z peduli pada isu lingkungan, dengan 40% menilai limbah stadion sebagai penyumbang utama jejak karbon sepak bola.
Sebagai langkah nyata, UEFA bekerja sama dengan sponsor besar seperti Heineken, PepsiCo, dan Just Eat untuk mengurangi limbah makanan serta plastik sekali pakai.
Program daur ulang dan kompos juga diterapkan di stadion tuan rumah Euro dan Copa America 2024, sesuai pedoman Circular Economy Guidelines yang baru diluncurkan pada 2023.
Stadion Ramah Lingkungan Mulai Jadi Tren
Turnamen besar kini juga menuntut stadion yang lebih ramah lingkungan.
Di Copa America, tujuh stadion sudah menggunakan tenaga surya, termasuk Mercedes-Benz Stadium di Atlanta dan Levi’s Stadium di California.
Di Eropa, UEFA mewajibkan stadion tuan rumah Euro 2024 memenuhi standar ketat dalam efisiensi energi dan konservasi air.
Menuju Sepak Bola Hijau
Meski langkah-langkah ini patut diapresiasi, perjuangan menuju sepak bola yang berkelanjutan masih panjang.
Semua pihak — mulai dari federasi, klub, sponsor, hingga suporter — punya peran penting.
Sepak bola telah terbukti mampu menyatukan jutaan orang di seluruh dunia. Kini tantangannya, bisakah olahraga terpopuler di planet ini juga jadi kekuatan besar dalam menyelamatkan bumi?
Aksi Nyata Pesepak Bola

Baanyak pesepak bola profesional yang menggunakan platform mereka untuk menyuarakan isu lingkungan hidup.
Salah satu pionirnya adalah Hector Bellerin. Mantan bek Arsenal itu tak sekadar bicara, tetapi juga bertindak nyata.
Pada musim 2019/20, Bellerín berjanji menanam 3.000 pohon untuk setiap kemenangan Arsenal di dua bulan terakhir Premier League.
Aksi itu mendapat dukungan luas, bahkan dari fans Tottenham.
Tak berhenti di situ, ia juga menjadi pemegang saham Forest Green Rovers, klub Liga 2 Inggris yang diakui FIFA dan PBB sebagai tim paling ramah lingkungan di dunia.
Lalu ada Patrick Bamford juga ikut lantang.
Striker Leeds United itu menegaskan, “perubahan iklim adalah ancaman nyata untuk olahraga, jika kita tidak bertindak, situasinya akan makin buruk.”
Sosok senior seperti Gary Lineker pun tak ketinggalan. Eks bomber Inggris itu secara terbuka mendukung gerakan Fridays For Future dan menyerukan pentingnya “mendengarkan ilmuwan” dalam menghadapi krisis iklim.
Di sepak bola wanita, Amy Turner (Manchester United) serta Katie Rood (Lewes FC, Timnas Selandia Baru) menjadi garda depan.
Mereka vokal menentang praktik pembuangan sampah plastik ke negara berkembang, sekaligus aktif mendorong pola hidup berkelanjutan.
Tidak ketinggalan, Chris Smalling juga terjun langsung dengan berinvestasi di teknologi ramah lingkungan seperti produk makanan berbasis nabati.
Sementara Oriol Romeu mendukung penuh strategi keberlanjutan Southampton yang diberi nama Halo Effect.
Yang menarik, kepedulian ini juga sudah menular ke pemain muda. Alexei Rojas, kiper 15 tahun asal Kolombia yang kini di akademi Arsenal, pernah tampil di Sky Sports bersama Bukayo Saka membicarakan bagaimana akademi bisa beroperasi lebih ramah lingkungan.
Pesannya sederhana, “Dengan aksi kecil, para pemain bisa jadi teladan yang membuat dunia lebih baik.”