Pernah Dilirik Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Ini Pensiun di Usia 19 Tahun

Arif Budi Suara.Com
Senin, 17 November 2025 | 14:37 WIB
Pernah Dilirik Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Ini Pensiun di Usia 19 Tahun
Gabriel Han Willhoft-King pilih pensiun di usia muda. (Instagram/@hanwillhoftking24)
Baca 10 detik
  • Gabriel Han Willhoft-King pensiun dini dari sepak bola pada usia 19 tahun dan memilih kuliah hukum di Oxford.

  • Ia mundur karena tekanan mental, cedera, dan kebosanan dari rutinitas sepak bola profesional.

  • Willhoft-King memilih pendidikan demi masa depan jangka panjang yang lebih stabil dibanding karier sepak bola.

Suara.com - Kabar mengejutkan datang dari Gabriel Han Willhoft-King, talenta muda berdarah keturunan yang pernah masuk radar Timnas Indonesia U-17, secara resmi mengumumkan meninggalkan sepak bola meski usianya baru menginjak 19 tahun.

Keputusan drastis ini ia ambil untuk menempuh jalan yang sama sekali berbeda yaitu menjadi mahasiswa hukum di universitas prestisius, Oxford.

Kisah Willhoft-King adalah cerminan dari sisi gelap di balik gemerlapnya sepak bola profesional.

Digadang-gadang sebagai prospek cerah, ia menghabiskan satu dekade di akademi Tottenham Hotspur sebelum direkrut Manchester City U-21 pada 2024.

Dengan latar belakang ayah yang besar di Jakarta dan ibu berdarah China-Amerika, ia sempat menjadi target potensial bagi PSSI.

Namun di balik CV mentereng itu, ia menyimpan pergulatan batin. Puncaknya terjadi saat ia merasakan langsung intensitas latihan tim utama Manchester City di bawah Pep Guardiola.

Alih-alih terinspirasi, pengalaman itu justru menjadi beban mental yang memadamkan gairahnya.

“Tottenham tim bagus, tapi Man City berada di level berbeda. (Kevin) De Bruyne, (Erling) Haaland, mereka pemain terbaik dunia. Tapi melihat Pep, dia sangat bergariah. Energi yang dia bawa, gerakan tangan, teriakannya. Luar biasa,” kenangnya dalam wawancara dengan The Telegraph.

Namun kekaguman itu dengan cepat berubah menjadi kelelahan mental. Sesi latihan yang seharusnya menjadi impian, justru terasa seperti siksaan.

Baca Juga: Setelah Sebulan Bungkam, Gerald Vanenburg Akhirnya Buka Suara Usai Dipecat PSSI

“Saya bukannya bilang lantas merasa kecewa, tapi jadi sadar, latihan bareng tim utama menjadi sesuatu yang anehnya sebenarnya tak dinantikan oleh siapa pun, karena kami hanya melakukan pressing," kata Han Willhoft-King.

"Kami berlari mengejar bola seperti anjing selama setengah jam, satu jam. Bukan pengalaman yang menyenangkan, terutama jika Anda mencoba menekan De Bruyne atau Gundogan atau Foden. Tak bisa mendekati mereka, jadi perasaan capek dan enggan berlatih sudah lebih dulu menguasai sebelum sempat merasa kagum,” imbuhnya.

Perasaan itu diperparah oleh serangkaian cedera dan kebosanan yang ia rasakan dalam rutinitas harian sebagai pesepak bola. Ia merasa hidupnya kurang terstimulasi secara intelektual.

“Saya tidak menikmatinya. Entah apa itu, mungkin karena lingkungannya. Saya juga sering merasa bosan. Latihan, pulang, lalu tidak melakukan apa-apa. Bandingkan dengan hidup saya sekarang, saya bahkan kekurangan waktu dalam sehari,” ungkapnya.

“Saya selalu merasa kurang terstimulus di sepakbola. Jangan salah paham, saya masih mencintainya tapi rasanya saya bisa melakukan lebih banyak hal. Saya seperti membuang-buang waktu setiap hari. Saya membutuhkan sesuatu yang berbeda dan Oxford membuat saya bersemangat,” jelas pemain yang sempat dilirik tim Merah Putih,

Pada akhirnya Willhoft-King membuat keputusan logis berdasarkan visi jangka panjang. Baginya karier sepak bola yang terbatas tidak sepadan dengan kebahagiaan dan prospek masa depan yang bisa ia raih melalui pendidikan.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI