Suara.com - Film Panggil Aku Ayah akhirnya tayang perdana lewat press screening di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu, 30 Juli 2025.
Film garapan Visinema Studios dan CJ ENM ini menyuguhkan drama keluarga yang hangat, menguras air mata, dan dibalut komedi segar.
Disutradarai oleh Benni Setiawan, Panggil Aku Ayah merupakan adaptasi dari film Korea bertajuk Pawn yang dirilis 2020.
Film ini berkisah tentang Dedi (Ringgo Agus Rahman), seorang penagih utang, yang tanpa sengaja harus merawat anak kecil bernama Intan (Myesha Lin) setelah sang ibu pergi menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Bersama sepupunya, Tatang (Boris Bokir), Dedi perlahan membentuk ikatan emosional yang hangat dengan Intan, meski tak ada hubungan darah di antara mereka. Saat dewasa, sosok Intan diperankan oleh Tissa Biani.
Dalam penayangan perdananya, akting Myesha Lin langsung mencuri perhatian. Di usianya yang masih sangat belia, dia tampil begitu natural. Pelafalan dialognya jelas, dan celetukannya yang polos sukses mengundang tawa seisi bioskop.
![Konferensi pers film Panggil Aku Ayah di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu, 30 Juli 2025. [Suara.com/Tiara Rosana]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/30/63864-konferensi-pers-film-panggil-aku-ayah.jpg)
Ringgo Agus Rahman juga tampil memukau. Perubahan karakter Dedi dari sosok garang dan cuek menjadi ayah penuh kasih tergambar halus dan konsisten dari awal hingga akhir. Penonton bisa merasakan cinta tanpa syarat dari Mang Dedi kepada Intan kecil.
Boris Bokir menjadi pelengkap yang menyegarkan. Candaan khasnya menghidupkan suasana dan menyeimbangkan drama yang cukup emosional.
Sementara Tissa Biani tampil kuat sebagai Intan dewasa, terutama dalam adegan menangis yang emosinya begitu terasa.
Baca Juga: Rossa Ngaku Hampir Menyerah Jadi Penyanyi, Lagu "Tegar" Jadi Titik Balik dalam Kariernya
Tak hanya mengharukan, Panggil Aku Ayah juga sarat makna. Film ini mengajarkan tentang pengorbanan, dari seorang ibu yang rela menyerahkan 'harta' terbaiknya demi masa depan sang putri, hingga perjuangan Mang Dedi yang banting tulang demi mendidik Intan dengan cara terbaik.
Mang Dedi juga menjadi simbol keikhlasan sejati. Dia rela membiarkan Intan pergi dan memilih kembali ke orang tua kandungnya, meski sudah menganggap gadis tersebut sebagai anak sendiri.

Bonding yang terjalin kuat antara Mang Dedi dan Intan pun sukses membuat banyak penonton tersedu, merindukan sosok ayah di rumah.
Alur cerita memang mengandung keharuan sejak awal, namun babak akhir benar-benar menjadi ledakan emosi. Di dalam studio bioskop, terdengar banyak penonton menangis tersedu-sedu.
Film ini membangkitkan kerinduan akan keluarga, sekaligus menyadarkan pentingnya kasih sayang dari orang tua. Ada rasa ingin memeluk ayah dan ibu di rumah usai menonton film ini.
Latar tahun 90-an juga divisualisasikan dengan apik. Detail kendaraan, properti, hingga desain rumah menambah kekuatan atmosfer film secara keseluruhan.