Suara.com - Penyanyi dangdut Ucie Sucita kembali membuat gebrakan di industri musik tanah air dengan merilis single terbarunya, "Candu dan Luka".
Lebih dari sekadar lagu baru, single ini merupakan sebuah pernyataan artistik yang berani, di mana Ucie menumpahkan kisah personalnya ke dalam balutan genre yang ia sebut sebagai Dangdut Koplo Gen Z, sebuah langkah evolusi yang signifikan dalam kariernya.
Tema yang diusung dalam "Candu dan Luka" sangat relevan dengan pengalaman banyak orang: kisah seorang wanita yang terjerat dalam pesona cinta toksik.
Dia terlena oleh rayuan manis hingga kecanduan, namun pada akhirnya cinta itu justru meninggalkan luka mendalam yang tak kasat mata.
![Ucie Sucita merilis lagu barju berjudul "Candu Dan Luka". [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/06/12717-ucie-sucita.jpg)
Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Ucie Sucita dengan bantuan Agi Purnama, lagu ini memiliki lapisan otentisitas dan kerentanan yang kuat, menjadikannya sebuah karya yang jujur dan mudah terhubung dengan pendengar.
Namun, yang paling mencuri perhatian adalah eksplorasi musikalnya. Ucie dengan sadar meninggalkan zona nyaman dan terjun ke dalam komposisi yang ramai, modern, dan berenergi tinggi.
Ini bukan lagi dangdut konvensional, melainkan sebuah hibrida yang menggabungkan ketukan koplo yang adiktif dengan sentuhan remix modern yang kental nuansa elektronik.
Langkah ini sejalan dengan bagaimana dangdut secara keseluruhan terus berevolusi untuk tetap relevan.
Sejak era Rhoma Irama yang memasukkan elemen rock dengan gitar elektrik, dangdut selalu menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi.
Baca Juga: Terinspirasi Lesti Kejora dan Raih Penghargaan, Sara Rahayu Hadirkan Dangdut Klasik di Album Barunya
Kini, subgenre seperti dangdut koplo mengambil alih dengan tempo yang lebih cepat dan tema yang menarik bagi generasi muda.
![Ucie Sucita merilis lagu barju berjudul "Candu Dan Luka". [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/06/65843-ucie-sucita.jpg)
Lahirnya istilah "Dangdut Koplo Gen Z" dari Ucie bisa dilihat sebagai bagian dari fenomena global di mana musik lokal bertransformasi untuk audiens yang lebih modern.
Dangdut, yang sering dianggap sebagai "musik rakyat" Indonesia, memiliki daya tahan luar biasa karena kemampuannya menyerap berbagai pengaruh, mulai dari musik Melayu, India, Arab, hingga rock dan pop Barat.
Seperti yang dicatat dalam sebuah riset, "sementara banyak genre musik lama berfokus pada pelestarian, dangdut beradaptasi dengan setiap era, tidak hanya bertahan tetapi berkembang, tetap dinamis, dan terus-menerus memperbarui dirinya". Langkah Ucie ini adalah bukti nyata dari dinamisme tersebut.
Keberanian Ucie untuk mengemas ulang dangdut dengan estetika Gen Z, yang mungkin terinspirasi dari K-Pop hingga musik EDM, menunjukkan ambisi yang lebih besar.
Ini bukan hanya tentang pasar Indonesia, tetapi juga tentang potensi dangdut untuk menjangkau panggung dunia.