Suara.com - Semarang, Jawa Tengah kaya heritage peninggalan Belanda, baik berupa arsitektur, maupun kisah budaya yang masih menempel di ingatan publik. Salah satu kisah itu, Tentoonstelling, yang dikemas dengan Festival Kota Lama dan Pasar Malam Sentiling 2016 di Kolam Retensi "Polder" Tawang pada 16-18 September 2016.
"Acaranya keren. Ada penampilan musik barat dan musik Nusantara. Ada jenis klasik, jaz, dan, rock. Penyanyi Tri Utami juga tampil, lalu pada hari ke-2 panggung diisi oleh Symphony Kota Lama," kata Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Multikultural, Hari Untoro Drajad, di Semarang, beberapa waktu lalu.
Acaranya sendiri tergolong sukses. Menurut Hari, antusiasime warga Semarang cukup tinggi menyaksikan pertunjukan demi pertunjukan. Apalagi menyaksikan Pasar Malam Sentiling 2016, yang penyelenggaraannya baru mulai 2014.
Menpar, Arief Yahya, mengapresiasi kegiatan untuk menghidupkan Kota Lama ini. Sebelumnya, festival tahunan ini diberi nama Festival Kota Lama. Saat itu, tema Festival Kota Lama 2014 adalah Merayakan Semarang, yang sekaligus untuk memperingati sebuah perhelatan akbar di era kolonial Belanda bernama Tentoonstelling.
Tentoonstelling merupakan pameran terbesar pada 1914, yang diikuti oleh beberapa negara seperti Cina, Australia, dan lain-lain. Dalam acara ini juga ada pertandingan sepak bola internasional yang pertama, sehingga pameran ini menjadi bagian penting dari sejarah persepakbolaan Indonesia.
Tak dapat dipungkiri, Tentoonstelling telah menjadikan Semarang mendunia. Menyadari hal itu, maka diadakanlah kegiatan serupa untuk kembali mengenang acara tersebut.
Namun kata "tentoonstelling", oleh masyarakat Jawa diplesetkan menjadi "sentiling", karena pengucapannya dianggap lebih mudah.
"Penyebutan tentoonstelling oleh penduduk Semarang menjadi sentiling. Kegiatan ini akan menjadi edukasi yang baik terhadap sejarah masa lalu. Pasar malam ini merupakan event tahunan yang sudah menginjak tahun ke-5," kata Hari.
Pasar Malam Dibagi 3 Tema Besar
Tema besar Pasar Malam Sentiling kali ini adalah "Kuno, Kini, Nanti". Ini menunjukkan situasi dimasa lampau, sekarang, dan dimasa yang akan datang, yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
Kawasan Kota Lama, nantinya akan dibagi sesuai dengan tema acara. Di area Kuno, akan dihadirkan berbagai kuliner tempo doeloe, berpakaian tempo doeloe, area foto yang sejalan dengan tema tempo doeloe, lagu-lagu tempo doeloe (sebelum 1960), dan Pasar Klithikan.
Di area Kini, yang berada di wilayah sekitar Kolam Retensi Tawang akan ada panggung apung (floating stage). Bentuknya mirip dengan yang ada di Pesona Danau Toba 2016, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Panggung tersebut akan menjadi tempat pertunjukkan artis-artis Indonesia yang akan mengkolaborasikan musik klasik, jaz, dan lain sebagainya, dengan musik Nusantara masa kini.
Area Nanti akan diisi dengan pameran foto, gambar, dan hasil research vision branding Kota Lama, yang bekerja sama dengan "The Missing Link" dari Belanda.
Satu yang tak kalah menarik adalah pameran foto tentang kehidupan di Kota Lama oleh fotografer asal Belanda, Isabelle Boon, yang dipamerkan di Tekodeko Koffiehuis. Festival tahun ini memiliki 3 gerbang utama, yaitu di Taman Srigunting dan dua gerbang di Jalan Merak.
Tahun ini disediakan 2 kantong parkir VIP, yaitu di Jalan Suari dan Jalan Letjen Suprapto.