Jadi Sumber Karbohidrat Hingga Protein Nabati, Ini 5 Pangan Lokal Nusa Tenggara Timur

Vania Rossa Suara.Com
Selasa, 24 Agustus 2021 | 12:37 WIB
Jadi Sumber Karbohidrat Hingga Protein Nabati, Ini 5 Pangan Lokal Nusa Tenggara Timur
Para Petani sorgum di Likotuden, NTT. (Dok. KEHATI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sumber Protein Nabati:

Kacang-kacangan
NTT adalah surganya kacang-kacangan. Masyarakat NTT terkadang mencampurkan kacang ke dalam sayuran, nasi, jagung, atau bisa juga dibuat camilan, seperti kacang goreng dan kacang rebus. Ada kacang tanah dari Sumba, kacang hijau dari Flores Timur, kacang merah pun macam-macam. Ada kacang merah Ende, Paleo, dan Flores Timur, dengan rupa polos maupun seperti batik.

“Meski sama-sama kacang merah, tekstur tanah tempatnya ditanam akan sangat berpengaruh terhadap rasa. Jika ke Flores dan berkunjung ke pasar tradisional, Anda akan menemukan banyak sekali jenis kacang. Masyarakat NTT biasanya menanam sorgum dan kacang-kacangan dalam satu kebun. Jadi, meski lahannya kecil, kebutuhan karbohidrat dan protein mereka tercukupi,” kata Puji.

Ade Putri dan Pangan Lokal Nusa Tenggara Timur. (Instagram/@misshotrodqueen)
Ade Putri dan Pangan Lokal Nusa Tenggara Timur. (Instagram/@misshotrodqueen)

Ade pernah mencicipi makanan bernama jagung bose. Meski ada jagungnya, tampilannya seperti bubur kacang.

“Isinya hanya jagung dan beberapa jenis kacang dengan tambahan sangat sedikit garam. Yang ditonjolkan adalah rasa asli dari kacang. Bentuk kacangnya masih terlihat, tapi teksturnya tidak keras, karena dimasak cukup lama. Aku sempat bertanya, apakah makanan ini menjadi sumber karbohidrat dan bisa disantap bersama sei (daging asap khas NTT), misalnya. Ternyata tidak. Dia dimakan sendirian saja,” kata Ade.

Ia juga pernah menjajal kacang batik goreng. Seperti kacang tanah goreng, tapi berbeda warna dan rasa. Jika kacang tanah berwarna cokelat muda polos, kacang batik memperlihatkan bintik-bintik merah. Rasa kacang batik ini, menurut Ade, lebih manis daripada kacang tanah. Tapi, bukan karena bumbu, melainkan rasa asli dari kacang batik itu sendiri.

Daun Kelor
Daun yang satu ini sedang happening sekali di kota besar, karena memiliki nilai gizi yang bagus. Selain antioksidan yang sangat tinggi, kandungan vitamin C di dalamnya 7 kali lipat lebih tinggi daripada jeruk, sementara potasiumnya 15 kali lipat lebih banyak daripada pisang.

Puji bercerita, sudah sejak lama masyarakat NTT mengonsumsi kelor, karena di sana memang banyak sekali terdapat pohon kelor. Menariknya, kelor dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi gizi buruk pada anak, salah satunya stunting yang angkanya cukup tinggi di Flores Timur.

Suatu hari, sebuah puskesmas berinovasi dengan memberi makanan tambahan berupa sorgum serta kelor dan sayuran lain kepada anak-anak dengan gizi buruk. Program berdurasi 3 bulan tersebut berhasil meningkatkan berat badan anak hingga mereka tidak lagi masuk kategori gizi buruk.

“Program itu kemudian diuji coba di beberapa puskesmas lain, hingga kemudian dibuatlah kampanye solor, yaitu sorgum kelor. Ini merupakan bukti nyata bahwa ternyata pangan lokal mampu mengatasi stunting dan gizi buruk,” kata Puji.

Baca Juga: Keren! Pesta Rakyat di Stockholm Sajikan Kesenian Hingga Kuliner Asli Indonesia

Ade sendiri cukup sering mengonsumsi daun kelor. Katanya, “Ibuku dulu sering memasak bobor daun kelor. Daunnya sendiri nyaris tak punya cita rasa tertentu. Dia akan mengikuti rasa yang kita ciptakan. Dibuat tumis sebetulnya bisa, walaupun tidak lazim. Yang paling sering adalah dibuat sayur bening. Dijadikan salah satu bahan urap dan pecel juga memungkinkan.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI