Suara.com - Resesi seks menjadi perbincangan hangat setelah China melaporkan jika negaranya telah mengalami resesi seks. Hal ini disebabkan karena dalam waktu satu dekade terakhir inj angka kelahiran du China turun pada tingkat terendah sejak tahun 1960-an. Penyebab resesi seks pun banyak dipertanyakan oleh masyarakat.
Menurut laporan terbaru, angka kelahiran di di China pada tahun 2020 lalu menjadi yang terendah dalam 43 tahun terakhir. Global Times melaporkan, Biro Statistik Nasional China mengumumkan tingkat kelahiran di 2020 tercatat hanya 8,52 per seribu orang.
Tak hanya itu, badan resmi pemerintah China itu mencatat jika tingkat pertumbuhan alami populasi masyarakat menyumbang 1,45 per seribu, sehingga menjadi nilai terendah dalam 43 tahun. Sementara, angka kelahiran baru di China dengan jumlah populasi sekitar 1,4 miliar diperkirakan akan mencetak rekor kelahiran terendah tahun ini.
Ahli demografi China juga mengungkapkan angka tersebut diperkirakanakan turun di bawah 10 juta, dari semula diangka 10,6 juta bayi yang lahir per 2021. Lantas apa penyebab resesi seks? Simak ulasannya berikut ini.
Apa itu Resesi Seks
Dalam ilmu kedoteran, Resesi seks' dapat diartikan sebagai merosotnya tingkat gairah pasangan untuk berhubungan seksual, menikah, serta memiliki anak.
Fenomena ini ternyata tidak hanya dialami China saja, akan tetapi juga dialamai beberapa negara lain. Sehingga perkara ini menjadi masalah demografi serius, yang dapat menimbulkan dampak dalam berbagai aspek kehidupan.
Melansit dari The Atlantic, fenomena resesi seks biasanya terjadi karena sejumlah faktor, di antaranya yaitu:
Baca Juga: Apa Itu Resesi Seks? Ini Dampak Efek Negatifnya
1. Seseorang dapat menemukan 'kesenangan' dengan cara lain
Berdasarkan penelitian di Amerika, dari tahun 1992 hingga 1994, jumlah pria dilaporkan melakukan masturbasi dalam beberapa minggu tertentu meningkat dua kali lipat, menjadi sebanyak 54 persen. Begitu pula jumlah wanita yang melakukannya bahkan meningkat lebih dari tiga kali lipat, yakni menjadi 26 persen.
Selain di Amerika dan China, sejumlah media melaporkan kaum muda di Jepang memandang jika seks sebagai aktivitas mendokusai atau "melelahkan". Sehingga, beberapa di antara mereka akan lebih sering mengunjungi toko onakura untuk melakukan masturbasi di depan karyawan wanita.
Selain itu, kemudahan mengakses internet juga membuat seseorang mengakses laman pornografi yang kemungkinan berkontribusi dalam lonjakan tingkat masturbasi dengan perluasan trend resesi seks.
2. Menganggap aktivitas seks menyakitkan
Penyebab resesi seks lainnya yaitu anggapan jika seks adalah aktivitas yang menyakitkan. Dalam sebuah penelitian di tahun 2012 oleh Debby Herbenick, seorang peneliti aktivitas seks di University of Indiana di Bloomington, terdapat sebanyak 30 persen wanita merasakan sakit saat terakhir kali mereka melakukan hubungan seksual.