"Kita sering marah kalau Reog atau Wayang diakui oleh Malaysia. Kalau aku nggak (marah). Biarkan diakui mereka, orang kita nggak ngerawat kok," ucap Sujidwo Tedjo dalam sebuah wawancara di Youtube.
Seni tari tradisional sering dianggap kuno oleh segelintir orang. Namun, ada juga yang beranggapan kalau seni tari ini hanya bisa dilakukan oleh perempuan saja.
Tentu saja anggapan itu sangat tidak benar. Sebab dalam seni tari tidak ada keterlibatan gender di dalamnya. Menurut Prof. Dr. R.M. Soedarsono, tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah.
Seni tari ini sebenarnya adalah wadah bagi manusia dalam mengekspresikan yang dirasakan. Sehingga tidak ada batasan gender dalam menari, karena sejatinya manusia memiliki hak kebebasan dan berekspresi.
Di sisi lain, ada juga beberapa orang yang berpendapat kalau tarian dengan gerak luwes hanya dilakukan perempuan. Sementara gerak yang tegas dan gagah adalah milik dari laki-laki.
Tentu saja hal itu adalah anggapan yang salah. Selagi gerakan itu tidak menyalahi pakem atau aturan yang ada, maka tidak ada masalah laki-laki menari layaknya perempuan.
Indonesia juga memiliki sosok penari lintas gender yang sangat terkenal. Seperti Didik Hadiprayitno, blio lebih dikenal dengan nama Didi Nini Thowok. Selain menarikan gerakan tarian dengan gaya kemayu, blio juga dikenal dengan riasan wajahnya bak perempuan.
Penari lintas gender kerap kali dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum. Namun, isu gender dan seni kebudayaan tidak bisa disatukan karena keduanya adalah hal yang berbeda sehingga tidak bisa digabungkan jadi satu.
Baca Juga: Menyusuri Keberagaman Tarian di Sulawesi Selatan, Dari Gandrang Bulo Hingga Pajoge Makkunrai