Penggantian itu adalah penyempurnaan dari undang-undang atau peraturan sebelumnya yang dinilai masih belum rinci. Namun, secara garis besar, hak rumah diperuntukkan bagi mantan presiden dan wakil presiden.
Tepatnya yang telah menyelesaikan masa jabatannya atau berhenti secara hormat. Pemberian hak berupa rumah tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk penghormatan atau balas jasa dari negara untuk para pemimpin.
Tak hanya itu, ada hak-hak lain yang juga diberikan negara kepada mantan presiden dan wakilnya. Mulai dari pemberian fasiltas kendaraan pribadi beserta sopir serta tunjangan perawatan rumah dan kesehatan.
Mantan presiden RI yang menolak rumah pensiun itu ternyata bukan hanya Gus Dur. Ada pula presiden ke-2, Soeharto yang meminta sebuah rumah dengan lokasi di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Eks Mensesneg Yusril Ihza Mahendra menceritakan Soeharto ingin menggunakan rumah tersebut untuk membangun rumah sakit. Tempat ini merupakan impian Siti Hartinah (Tien Soeharto), mendiang istrinya.
Yusril tak bisa mengabulkan permintaan itu karena rumah yang dimaksud bernilai Rp75 miliar. Sementara jatah anggaran rumah pensiun yang diberikan untuk setiap mantan presiden RI hanya sebesar Rp20 miliar.
Sebulan kemudian, Soeharto memanggil Yusril yang rupanya sudah berubah pikiran. Kali ini, ia dikatakan tidak lagi bersikukuh meminta rumah Rp75 miliar itu dan hanya meminta uang tunai atas hak rumah pensiun.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti