Sejarah Panggilan Gus, Gelar yang Dinilai tak Pantas Disandang Gus Miftah

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Jum'at, 06 Desember 2024 | 21:00 WIB
Sejarah Panggilan Gus, Gelar yang Dinilai tak Pantas Disandang Gus Miftah
Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Gus Miftah menyampaikan keterangan pers di Ponpes Ora Aji, Purwomartani, Kalasan, Sleman, D.I Yogyakarta, Jumat (6/12/2024). Sejarah sebutan Gus yang disandang Gus Miftah. [ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/sgd/nym]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Maka sudah turun temurun anak laki-laki sebagai putra raja sampai hari ini biasa panggilan sapaannya dengan Gusti atau Den Bagus, Raden Bagus.

Maka putra-putra raja diberi gelar bangsawan dengan “Gusti Pangeran Haryo” atau gelarnya GPH, atau sapaannya sehari-harinya dengan Gusti atau Gus atau Den Bagus.

Para ulama kerajaan atau Kiai dalem Kraton lalu membawa panggilan Gusti atau Den Bagus ke luar keraton. Mereka menggunakannya untuk menyapa anak laki-lakinya.

Seiring berjalannya waktu ratusan waktu kemudian, sebutan Den Bagus digunakan oleh golongan priyayi Jawa di luar kraton seperti golongan ulama Kiai dan golongan saudagar untuk memanggil anak laki-laki mereka dengan menghilangkan kata “Raden” atau “Den”, sehingga tinggal “Bagus” atau Gus saja.

Ketika masa setelah kemerdekaan, sapaan Gus resmi digunakan untuk menyebut seorang Putra Pemimpin Pesantren. Panggilan Gus ini kemudian perlahan menjadi gelar bagi anak-anak kiai terutama di kultur NU.

Zamakhsyari Dhofier, seorang peneliti, mengatakan, panggilan gus ditujukan untuk putra atau menantu lelaki kiai. Panggilan gus merupakan kependekan dari kata agus yang berasal dari kata bagus.

Gus diharapkan menjadi penerus kiai, maka ia diperlakukan khusus. Salah satu perlakuan khusus adalah dengan memberi gelar sapaan khusus, yaitu Gus.

Menurut Sastrawan Jawa, Poerwadarminta, kata bagus diartikan sebagai sesebutane bocah (wong) lanang sing rada duwur pangkate atau sebutan bagi anak (orang) lelaki yang memiliki kedudukan tinggi.

Panggilan ini sering digunakan untuk memanggil anak bangsawan di Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa ada penghormatan khusus bagi putra kiai di pesantren.

Baca Juga: Gus Miftah Mundur, Prabowo Segera Cari Pengganti Utusan Khusus Presiden

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI