Pendapat kedua: Tidak membatalkan puasa. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Muhammad Bakhit, Syaikh Muhammad Syaltut, dan Syaikh Sayyid Sabiq.
Alasannya bahwasanya suntik semacam ini tidak mempunyai pengaruh apa-apa sampai ke bagian dalam tubuh.
Namun hal ini bisa disanggah dengan kita katakan bahwa alasan membatalkan itu bukan karena sesuatu yang masuk dalam tubuh saja lewat jalur yang biasa makanan disalurkan.
Dihukumi sebagai pembatal karena dapat menguatkan badan dan ini dihasilkan dengan injeksi suntik yang mengandung makanan ini.
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama kontemporer yang menyatakan batalnya puasa dengan adanya injeksi suntik yang mengandung makanan.
Dikutip dari website Muhammadiyah, Imam Kasani dari Mazhab Hanafi mengatakan bahwa batasan batal tidaknya puasa seseorang adalah apabila ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh.
Imam Nawawi dari Mazhab Syafi’I menambahkan bahwa batalnya puasa apabila ada benda yang masuk ke dalam rongga perut (jawf)melalui organ tubuh yang berlubang terbuka (manfadz maftuh) seperti mulut, hidup, dubur, dan telinga.
Artinya seseorang dianggap batal puasanya apabila meminum obat-obatan melalui lubang alamiah seperti menggunakan suntikan ke dalam tubuh melalui pori-pori di bawah kulit atau pembuluh darah.
Mayoritas ulama kontemporer berpendapat bahwa menyuntik obat tidak membatalkan puasa, selain karena tidak menghilangkan lapar maupun haus juga prosesnya tidak melalui rongga alamiah.
Baca Juga: Orang yang Tidak Puasa Bolehkah Ikut Lebaran? Ini Penjelasannya
Kesimpulannya suntik cairan obat yang memiliki efek penyembuhan dari suatu penyakit tidak membatalkan puasa. Sementara injeksi cairan nutrisi yang membuat tubuh tetap bugar merupakan aspek yang masih diperselisihkan para ulama.