Photo Walk Ramean: Wadah Seru Buat Pecinta Fotografi Analog

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 07 April 2025 | 11:37 WIB
Photo Walk Ramean: Wadah Seru Buat Pecinta Fotografi Analog
Komunitas Photowalk Ramean. (Dok. Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Siapa bilang kamera analog cuma buat orang tua? Di tengah era digital dan kecepatan yang serba instan, fotografi analog justru makin digemari.

Bukan karena ketinggalan zaman, tapi karena pesonanya yang autentik. Dari prosesnya yang pelan, penuh kejutan, sampai hasil akhirnya yang khas dan estetik—semuanya punya daya tarik yang sulit ditolak.

Bagi sebagian orang, fotografi analog bukan sekadar soal gambar. Ini soal rasa. Tentang menangkap momen dengan lebih sadar. Tentang menikmati proses. Tentang mengekspresikan diri dan berbagi cerita dengan cara yang unik.

Di tengah dunia yang makin cepat dan sibuk, analog terasa seperti jeda yang menyegarkan. Dan di situlah, komunitas Photo Walk Ramean (PWR) mengambil peran.

Komunitas Photowalk Ramean. (Dok. Istimewa)
Komunitas Photowalk Ramean. (Dok. Istimewa)

Komunitas ini lahir dari keresahan sederhana: banyak orang masih punya kamera analog, tapi bingung harus ngapain. Mereka nggak punya teman motret bareng, nggak tahu cara pakainya, bahkan nggak tahu harus nyuci film di mana. Andry Dilindra, seorang pegiat fotografi analog yang juga aktif di YouTube, melihat celah ini.

Tahun 2018, Andry mengunggah video tentang pengalamannya hunting foto di jalanan pakai kamera analog. Responsnya tak terduga. Banyak yang tertarik.

“Ternyata, di lapisan masyarakat ini banyak yang masih punya kamera analog, cuma mereka nggak punya wadah buat kumpul, sharing, dan hunting foto bareng-bareng pakai kamera analog. Jadi, ketika ada komunitas Photo Walk Ramean, mereka mulai bergabung dan mulai menikmati proses belajarnya di sini,” ujar Andry.

Sejak awal, PWR punya satu tujuan utama: jadi rumah buat siapa pun yang tertarik dengan fotografi analog. Aktivitas utamanya adalah photowalk—kumpul, jalan-jalan bareng, dan motret suasana sekitar. Biasanya digelar tiga kali dalam sebulan, keliling area Jabodetabek.

Tapi kadang, mereka juga mengadakan photowalk di luar kota. Jogja jadi salah satu destinasi yang sempat mereka datangi, sekaligus ajang kolaborasi dengan komunitas analog lokal.

Baca Juga: Cara Instan Berbagi Foto Lebaran Tanpa Menghabiskan Paket Data Internet

Namun, PWR bukan cuma tentang motret bareng. Lebih dari itu, komunitas ini juga jadi ruang belajar dan tumbuh bersama. Ada Photobook Club, tempat para anggota bertukar buku foto dan ngobrolin referensi visual bareng.

Ada Projection Night, forum presentasi karya di mana siapa pun bisa cerita tentang proyek foto mereka—entah tugas kuliah, karya akhir, atau proyek pribadi.

Untuk mereka yang masih baru di dunia analog, PWR juga menyediakan Workshop Fotografi Analog. Di sini peserta belajar dasar-dasar fotografi, mengenal jenis kamera, praktik langsung hunting foto, sampai mencoba proses mencuci film. Semua dilakukan bareng-bareng, tanpa tekanan, dengan suasana yang suportif dan inklusif.

Salah satu yang bikin PWR makin menarik: nggak ada syarat jadi “fotografer pro” untuk gabung. Nggak harus punya kamera mahal atau pengalaman motret bertahun-tahun. Asal punya minat dan rasa ingin tahu, semua orang bisa ikut. Di PWR, proses belajar dihargai, bukan hasil sempurna.

Andry sendiri punya visi besar. Ia ingin PWR menjangkau lebih banyak orang, terutama anak muda. Salah satu langkahnya adalah kolaborasi dengan komunitas digital dan mengadakan workshop di sekolah atau kampus. Harapannya, fotografi analog bisa dikenalkan sejak dini, agar semakin banyak yang mengapresiasi proses dan keindahan di baliknya.

“Dari awal saya cuma pengin ngumpulin teman-teman yang hobi motret analog. Tapi sekarang saya sadar, PWR itu udah jadi tempat belajar bersama. Tempat tumbuh bareng. Dan saya pengin itu terus dijaga,” ujar Andry.

Lewat PWR, fotografi analog menemukan kembali napasnya. Ia hidup, berkembang, dan membentuk ruang kolektif yang hangat, inklusif, serta penuh kemungkinan. Bukan cuma soal kamera dan film, tapi soal komunitas, cerita, dan perjalanan yang dinikmati bersama.

“Saya pribadi merasa bahwa komunitas ini besar bersama-sama, jadi komunitas ini milik bersama. Tujuan awalnya memang ingin ngumpulin yang sehobi aja, tapi seiring berjalannya waktu, saya ingin komunitas ini bisa menjadi tempat bagi orang-orang untuk belajar tentang fotografi analog,” tutup Andry.

Penulis: Kayla Riasya Salsabila

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI