Hal ini sebagaimana tercantum di Pasal 76 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 76 sendiri secara spesifik membahas sejumlah larangan untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Total ada 10 poin larangan di peraturan tersebut. Salah satunya tertera di Huruf (i), yang berbunyi seperti berikut, "(Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang) melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri."
Selain itu, di Huruf (j) juga disebutkan larangan lain, yakni kepala daerah dan wakilnya tidak diperbolehkan meninggalkan tugas dan wilayah kerja selama lebih dari 7 hari berturut-turut maupun tidak dalam kurun waktu 1 bulan tanpa izin.
Untuk kepala daerah di tingkat provinsi yakni gubernur dan wakil gubernur, maka harus meminta izin kepada Menteri Dalam Negeri. Sementara untuk kepala daerah di tingkat kabupaten/kota harus meminta izin kepada gubernur.
Namun larangan di Huruf (j) ini tidak berlaku untuk kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang memerlukan akses pengobatan yang bersifat mendesak.

Lalu di Pasal 77 UU 23/2014 dijelaskan lebih jauh tentang hukumannya. Terdapat dua jenis sanksi untuk pelanggaran poin Huruf (i) dan (j) Pasal 76 UU 23/2014.
Dijelaskan di Ayat (2) Pasal 77 UU 23/2014, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dapat dikenai sanksi pemberhentian sementara selama 3 bulan.
Jika yang melanggar adalah kepala daerah di tingkat provinsi, maka yang memberhentikan adalah presiden. Sementara jika yang melanggar adalah kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, maka yang memberhentikan adalah Mendagri.
Sedangkan untuk kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melanggar Huruf (j) Pasal 76 UU 23/2014 akan mendapat sanksi berupa teguran tertulis.
Baca Juga: DPR Desak Kemendagri Panggil Lucky Hakim Imbas Pelesiran ke Luar Negeri Tanpa Izin, Sanksi Menanti?
Dilihat di Ayat (3) Pasal 77 UU 23/2014, jika yang melanggar kepala daerah setingkat gubernur maka mendapat sanksi teguran tertulis dari Presiden. Sedangkan jika yang melanggar adalah kepala daerah setingkat wali kota dan/atau bupati, maka sanksi teguran tertulis diberikan oleh Mendagri.