1. Fokus pada Perundungan: Sebagian penonton menilai film ini terlalu menekankan adegan perundungan tanpa memberikan solusi yang memadai, dan penggambaran perundungan tersebut dianggap kurang sesuai untuk anak-anak.
2. Isu yang Berat: Film ini dianggap memasukkan isu-isu berat seperti perundungan dan kehilangan, yang mungkin kurang cocok untuk penonton anak-anak.
3. Kualitas Penceritaan: Ada yang mengkritik alur cerita yang dianggap kurang rapi dan memiliki keretakan, meskipun film ini dipuji karena berani menyajikan cerita dengan elemen realisme magis.
4. Karakter Hantu: Kehadiran karakter hantu dalam film ini juga menuai kritik karena dianggap tidak relevan dengan cerita dan kurang sesuai untuk penonton anak-anak.
5. Karakter Utama yang Tidak Sempurna: Beberapa penonton menilai bahwa film ini berani menampilkan kekurangan pada karakter utamanya, yang membuat karakter tersebut terasa lebih dekat dengan penonton, namun juga memicu kritik dari sebagian orang.
Penjelasan kritik-kritik terhadap film Jumbo dibahas lebih mendalam oleh akun X @/rzakumar. Akun itu menjelaskan bahwa kesuksesan film Jumbo sejalan dengan banyaknya kritik yang muncul, terutama dari orang tua yang mempertanyakan penggunaan hantu dalam film anak-anak. Beberapa bahkan menyebut film ini 'musyrik' karena menampilkan arwah orang yang sudah meninggal.
Akun tersebut juga menyatakan bahwa tidak ada karya seni yang sempurna dan selalu ada ruang untuk perbaikan. Dalam film, selalu ada aspek-aspek yang bisa dikritik, seperti plot, adegan, nilai-nilai yang ingin disampaikan, serta kualitas visual dan audio. Oleh karena itu, kritik seperti 'hantu dalam film anak-anak mengajarkan musyrik' adalah hal yang wajar.
Namun, akun tersebut mengajak untuk bersikap adil dengan melihat karya-karya lain yang memiliki unsur serupa, seperti arwah ayah Mufasa dalam film 'Lion King', konsep alam baka dalam film 'Coco', hantu baik dalam film 'Casper', serta tuyul insaf dalam serial 'Tuyul dan Mbak Yul'.
Akun tersebut juga menekankan pentingnya kemampuan orang tua dalam menjelaskan konsep-konsep tersebut kepada anak-anak. Film-film seringkali menggambarkan kebenaran melalui cara-cara yang tidak realistis, dan hal ini dapat membantu penonton untuk memiliki harapan.
Baca Juga: Collective Moral Injury, Ketika Negara Durhaka pada Warganya
Sebut saja film 'Toy Story' yang menggambarkan perasaan tergantikan lewat karakter Woody. Ada juga film 'Nemo' yang menggambarkan pentingnya keluar dari zona nyaman melalui perjalanan Marlin ketika mencari anaknya.