Momen penyambutan di PIK2 pun menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai spiritual dapat melampaui sekat-sekat kepercayaan.
Rudi (47), seorang warga Surabaya, adalah salah satu dari sekian banyak jemaah yang datang dari luar kota. Ia rela menempuh perjalanan darat selama dua hari bersama istri dan dua anaknya demi dapat menyaksikan langsung momen penuh makna ini.
“Begitu turun dari mobil, hati saya langsung adem. Lokasinya sangat luas dan tertata. Kami bisa ikut duduk dan bermeditasi tanpa merasa sesak. Anak-anak pun bisa ikut tenang karena suasananya begitu damai,” ungkap Rudi.
Hal serupa dirasakan oleh Diana (35), seorang jemaah dari Medan yang hadir bersama komunitas Buddhis dari Sumatera Utara. Air mata haru tak terbendung saat melihat para bhikkhu berjalan perlahan memasuki area utama.
“Saya menangis, bukan karena sedih, tapi karena haru. Rasanya seperti mimpi bisa menyambut mereka langsung. Tempat ini bersih, tertib, dan mendukung suasana batin kami untuk benar-benar fokus berdoa,” ujarnya penuh emosi.
Diana menilai, momen Thudong bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan pengalaman batin yang menyentuh jiwa.
Ketua Umum Yayasan Sanggar Sinar Suci, Soegiandi, dalam sambutannya menyampaikan bahwa penyelenggaraan kegiatan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap keteladanan dan semangat para biksu Thudong.
Ia berharap masyarakat dapat menangkap pesan moral dari perjalanan ini, yakni tentang pentingnya hidup sederhana, menjaga keteguhan spiritual, serta menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama.
Dalam konteks yang lebih luas, Thudong bukan hanya tentang perjalanan fisik semata, tetapi simbol keteguhan hati untuk menapaki jalan kebenaran.
Baca Juga: Melihat Don dari Film Jumbo Hadir dalam Bentuk Balon Raksasa 10 Meter, Spot Wajib Foto!
Kehadiran para biksu di PIK2 menjadi momentum langka yang mengajarkan bahwa dalam kesunyian langkah, terdapat kekuatan besar untuk menyatukan perbedaan.