suara hijau

Benteng Pesisir Kendal, Cerita Konservasi Mangrove dari Pidodo Kulon

Sabtu, 24 Mei 2025 | 13:28 WIB
Benteng Pesisir Kendal, Cerita Konservasi Mangrove dari Pidodo Kulon
Kondisi tumbuhan mangrove yang baru ditanam di pesisir Pantai Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.(Suara.com/Rendy Adrikni Sadikin)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - “Dulu hampir seluruh wilayah di pesisir Pidodo Kulon merupakan tambak yang dikelola petani tambak setempat. Namun, kini kondisinya tambak-tambak tersebut tertutup air laut. Tidak cuma itu, garis pesisir pantai pun berubah. Semakin maju. Air laut kini hampir menjamah pemukiman warga. Wilayah ini terancam abrasi karena pasang surut air laut.”

Wasito, 52 tahun, memandang ujung cakrawala Laut Jawa dari bibir pantai di Dukuh Pilangsari, Desa Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Matanya menatap nanar. Mengenakan topi jerami dan baju biru, dia melangkah menginjak pasir yang dipenuhi cangkang biota laut serta sampah-sampah yang terbawa ombak ke daratan. 

Berlawanan arah dengan ujung batas cakrawala, terbentang hamparan hijau mangrove. Tumbuhan itu tampak menjorok ke laut. Ada beragam jenis mangrove di sana. Sebut saja bakau, cemara laut hingga api-api. Mereka ditanam sudah bertahun-tahun. Tampak, bentuknya bak dinding alami yang mempersamuhkan daratan dan ombak.

Di wilayah pantai, tak jauh dari garis laut, tampak sejumlah tanaman mangrove jenis bakau yang baru ditanam beberapa bulan. Terlihat, jajaran tanaman mangrove tersebut membentuk barisan yang sangat rapi. Tanaman-tanaman tersebut yang kelak bakal menjadi garda terdepan menghadapi abrasi dan deru ombak yang menghantam daratan.

Ketua P3MD Kendal Wasito berdiri dengan latar tanaman mangrove di pesisir pantai Desa Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.(Suara/Rendy Adrikni Sadikin)
Ketua P3MD Kendal Wasito berdiri dengan latar tanaman mangrove di pesisir pantai Desa Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.(Suara/Rendy Adrikni Sadikin)

Wasito, yang merupakan Ketua Pusat Pemberdayaan Pelayanan Masyarakat Pesisir (P3MP) Kendal, menceritakan masa lalu. Saat itu, kondisi pesisir pantai mengalami abrasi. Sejumlah tambak yang menjadi lumbung pencaharian para petani di Dukuh Pilangsari, masih tersebar di pesisir pantai. Jumlahnya banyak, kata Wasito. Namun kini, kondisi tersebut hanya cerita dan nostalgia belaka. Tambak-tambak hilang. Air laut telah menyapu dan menutup keberadaannya. 

“Pidodo Kulon merupakan muara Kali Bodri. Masalahnya kini ekosistem di sana rusak. Tambak terdampak abrasi. Tadinya, seluruh wilayah air laut ini merupakan tambak. Kini semuanya hilang tertutup air laut.  Pemerintah desa ingin ada kegiatan penanaman mangrove sehingga tambak-tambak di wilayah Pidodo Kulon aman dari ancaman abrasi,” ujar Wasito kepada Suara.com, belum lama ini.

Bukan cuma tambak yang ditelan laut, pemukiman warga pun kini berada dalam ancaman nyata. Wasito mengatakan banjir rob sebelumnya tidak pernah sampai merangsek ke rumah-rumah warga. Namun, kondisi itu berubah drastis. Sekarang, hampir setiap hari, masyarakat bersiap-siap menghadapi genangan air laut yang datang saat pasang.

Pemukiman warga di Desa Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, terkena banjir rob.(Dokumentasi warga)
Pemukiman warga di Desa Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, terkena banjir rob.(Dokumentasi warga)

Mereka harus mengangkat perabotan rumah dan  menyiapkan penghalang air di pintu. Mereka pula menjaga anak-anak agar tidak bermain di genangan yang bisa tiba-tiba datang. Situasi ini semakin mengkhawatirkan. Maklum, garis pantai terus mengalami abrasi. Buntutnya, jarak bibir pantai dengan pemukiman semakin dekat dari tahun ke tahun.

Selain itu, kesadaran masyarakat menjadi tantangan. Mereka harus menyadari alasan perlunya mangrove ditanamkan lebih masif dan berkelanjutan. Banyak warga di sekitar kawasan pesisir belum sepenuhnya memahami bahkan tidak menyadari, peran vital mangrove sebagai benteng alami yang melindungi daratan dari berbagai bencana ekologis.

Baca Juga: BNI GoGreen Konservasi Mangrove: Dorong Ekonomi Warga Banyuwangi, Dukung Keanekaragaman Hayati

Mangrove bukan hanya sekadar tanaman pinggir laut. Tapi, tanaman itu juga merupakan sistem penyangga yang mampu meredam gelombang besar, mencegah abrasi pantai, serta menyerap karbon dalam jumlah signifikan. Minimnya pemahaman ini yang bikin masyarakat abai terhadap keberadaan mangrove.

Kegiatan penanaman mangrove di Desa Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.(Dokumentasi warga)
Kegiatan penanaman mangrove di Desa Pidodo Kulon, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.(Dokumentasi warga)

“Selama ini, masyarakat pesisir kurang peduli. Kali pertama saya menanam (mangrove), mereka belum memahami. Nah, setelah kita tanami, petani tambak berterima kasih. Sebab, tambak yang tidak ada tanaman mangrove, akan habis. Jika ada mangrove, (tambak) utuh,” kata Wasito yang berasal dari Desa Kartikajaya, tetangga Pidodo Kulon.

Sekadar informasi, pesisir pantai Pidodo Kulon merupakan muara Sungai Bodri. Berdasarkan data yang dikutip dari Pusdataru Jawa Tengah, Bodri adalah sungai yang memiliki panjang 171 kilometer dengan luas daerah aliran sungai (DAS) yakni 612 kilometer persegi. Sungai ini melintasi 6 kecamatan di Kendal, salah satunya yakni Kecamatan Patebon.

Komunitas warga pesisir di Pidodo Kulon merupakan salah satu mitra Program Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) karena merupakan konservasi mangrove berbasis inisiasi warga. Dengan kemitraan tersebut, komunitas nelayan membuat rumah pembibitan mangrove, penanaman serta memberdayakan masyarakat setempat.

Dalam penerapannya, Wasito dibantu oleh Supriadi, seorang nelayan penggerak. Bersama Supriadi, P3MP Kendal tak cuma menanam, tapi juga memulai melakukan pembibitan tanaman mangrove. Mereka mendirikan rumah pembibitan mangrove. Dalam proses pembibitan ini, Supriadi menggerakkan para nelayan dan ibu-ibu untuk turut membantu.

Inisiasi Rumah Pembibitan

Sosoknya gempal. Rambut panjangnya membuat sosok Supri terlihat disegani. Kendati demikian, Supri merupakan pribadi yang sangat lembut dan baik hati. Tutur katanya sangat sopan. Sosok berusia 42 tahun tersebut menjelaskan begitu detail mengenai konservasi Mangrove yang digerakkan oleh Wasito. Konservasi mangrove mengubah kebiasaan di sana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI