suara hijau

Mengapa Produksi yang Lebih Bertanggung Jawab Jadi Masa Depan Brand Lokal?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 30 Juni 2025 | 15:19 WIB
Mengapa Produksi yang Lebih Bertanggung Jawab Jadi Masa Depan Brand Lokal?
Nona Rara Batik tidak hanya berhasil mengurangi limbah produksinya. (Dok. Istimewa)

Suara.com - Konsumen masa kini tidak hanya membeli produk, tapi juga memperhatikan bagaimana dan oleh siapa produk tersebut dibuat. Gelombang mindful consumerism semakin kuat, mendorong transformasi dari sekadar menjual produk menjadi menawarkan nilai, baik sosial, lingkungan, maupun etika.

Bagi brand lokal Indonesia, ini bukan hanya tantangan, tapi peluang untuk menunjukkan jati diri melalui praktik produksi yang lebih bertanggung jawab atau dikenal sebagai mindful production.

Menurut laporan IBM tahun 2023, sebanyak 62 persen konsumen global bersedia mengubah kebiasaan belanjanya untuk mengurangi dampak lingkungan. Di Indonesia, tren ini makin terasa, terutama di kalangan Gen Z.

Dalam lanskap pasar yang semakin sadar ini, brand lokal tak cukup hanya mengandalkan desain menarik atau harga bersaing. Produksi yang etis, transparan, dan berkelanjutan menjadi standar baru yang tak terelakkan.

“Produksi yang sadar bukan berarti harus mahal atau sempurna. Ini tentang mengambil keputusan dengan mempertimbangkan manusia, lingkungan, dan masa depan,” ujar Abdurrahman Robbani (Rahman), Head of Emerging Brand Hypefast.

Ilustrasi bahan-bahan daur ulang. [Shutterstock]
Ilustrasi bahan-bahan daur ulang. [Shutterstock]

Brand lokal punya keunggulan di sisi cerita dan kedekatan dengan komunitas. Itu kekuatan besar yang bisa dioptimalkan jika proses produksinya juga selaras dengan nilai tersebut.”

Salah satu tantangan besar dalam produksi adalah pengelolaan limbah, khususnya dari industri tekstil. Laporan Bappenas menunjukkan bahwa limbah tekstil di Indonesia meningkat setiap tahun dan diperkirakan mencapai 3,9 juta ton pada 2030. Dalam kondisi ini, brand yang mampu mengadopsi prinsip reuse dan recycle memiliki keunggulan lebih.

Misalnya, Nona Rara berhasil mengurangi 75 persen limbah dari lini produksinya dengan mengolah sisa kain dan payet menjadi boneka dan bros. Sementara itu, brand kecantikan lokal Luxcrime menggandeng organisasi Seven Clean Seas untuk mendaur ulang kemasan produk sebagai bagian dari komitmen terhadap ekonomi sirkular.

Produksi yang bertanggung jawab juga mencakup aspek transparansi. Data Katadata Insight Center 2024 mencatat 73% Gen Z Indonesia lebih mempercayai brand yang terbuka soal proses produksinya. Brand seperti SukkhaCitta menjadi contoh bagaimana cerita dan relasi dengan artisan bisa menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun loyalitas konsumen.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Sneakers Murah dan Original, Buatan Lokal Selera Global

“Dengan mengenal lebih dalam asal-usul bahan baku, brand bisa mengambil kontrol atas dampak produksinya. Deadstock punya potensi untuk bisa diolah kembali,” tambah Rahman.

Mindful production bukan hanya bentuk tanggung jawab sosial, tapi strategi bisnis jangka panjang yang berkelanjutan. Langkah ini selaras dengan komitmen Indonesia dalam agenda RPJMN 2020–2024 dan target Net Zero Emission pada 2060. Brand lokal yang berani bertransformasi akan lebih siap menghadapi tantangan pasar dan menjadi bagian dari solusi masa depan industri kreatif Indonesia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI