“Kalau anak muda mencari Tuhan lewat teknologi, maka tugas kita adalah menjadikan teknologi sebagai jalan menuju cahaya,” pungkas Tsamara.
Fenomena yang disorot oleh Tsamara Amany ini tentu bukan tanpa alasan. Kemudahan akses, respons instan, dan minimnya "drama" dalam berinteraksi dengan AI mungkin menjadi daya tarik tersendiri bagi manusia.
Namun, penting bagi kita untuk merenungkan, sejauh mana kemudahan ini boleh menggerus esensi interaksi manusia yang otentik?
Apakah kita benar-benar siap menukar kehangatan percakapan tatap muka, empati, dan kompleksitas hubungan antarmanusia dengan kenyamanan algoritma?
Mungkin sudah saatnya kita kembali menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan kebutuhan fundamental kita sebagai makhluk sosial.