Suara.com - Istilah-istilah seperti "Rohana", "Rojali", "Rohali", hingga "Rotasi" mendadak viral di media sosial. Empat istilah tersebut bukanlah nama orang, melainkan akronim.
Istilah tersebut berasal dari fenomena yang belakangan ini sering terjadi di pusat perbelanjaan, yakni banyaknya pengunjung mall yang hanya melihat-lihat barang tanpa membeli.
Selain empat di atas, ada istilah lain yang dibuat oleh warganet untuk menggambarkan perilaku pengunjung mall sekarang.
Dikutip dari cuitan akun @MurtadhaOne1 pada Senin (28/7/2025), berikut kepanjangan dari "Rohana", "Rojali", sampai dengan "Rotasi" yang muncul di media sosial.
"- ROJALI (Rombongan Jarang Beli)
- ROHANA (Rombongan Hanya Nanya)
- ROHALUS (Rombongan Hanya Elus2)
- ROHALI (Rombongan Hanya Lihat2)
- ROCEGA (Rombongan Cek Harga)
- ROMANSA (Rombongan Manis Senyum Aja)
- ROTASI (Rombongan Tanpa Transaksi)
- ROSALI (Rombongan Suka Selfie)
- ROCADOH (Rombongan Cari Jodoh)
- ROCUTA (Rombongan Cuci Mata)
- ROMUSA (Rombongan Muka Susah)," tulis akun X tersebut.
Namun, di balik lelucon dari istilah tersebut, terjadi fenomena sosial yang sebenarnya meresahkan karena berkaitan dengan lemahnya kondisi ekonomi masyarakat saat ini.
Hal itu sempat disampaikan oleh Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono. Menurutnya, daya beli masyarakat yang menurun mengindikasikan adanya tekanan ekonomi, terutama di kalangan kelas rentan.
"Fenomena 'Rojali' memang belum tentu mencerminkan tentang kemiskinan, tetapi tentunya ini relevan juga sebagai gejala sosial dan bisa jadi ada untuk refresh atau tekanan ekonomi terutama kelas yang rentan," kata Ateng dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).
Bahkan, fenomena "Rojali" ini tidak hanya berlaku bagi kalangan kelas menengah ke bawah, tetapi juga pada menengah ke atas.
Baca Juga: Sensasi Karpet Terbang dan Akrobat Udara, Hiburan Libur Lebaran yang Tak Boleh Dilewatkan!
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, masyarakat kelas atas cenderung menahan tingkat konsumsi mereka. Padahal, kelompok ini umumnya dikenal memiliki daya beli tinggi.
"Berdasarkan data Susenas 2025, kelompok atas memang agak menahan konsumsinya. Ini kita amati dari Susenas," sambung Ateng.
Dari fenomena tersebut membuat BPS mendorong pemerintah untuk memperhatikan ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga pada kelas menengah ke bawah.
"Rojali adalah sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk tidak hanya fokus menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga memperhatikan bagaimana untuk ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga pada kelas menengah bawah," kata Ateng.
Lain halnya dengan pandangan Bank Indonesia. Fenomena "Rojali" dan "Rohana" justru dianggap sebagai sinyal positif. BI menilai hal itu menunjukkan bahwa masyarakat tengah menyesuaikan pola konsumsi terhadap kondisi.
"Fenomena Rombongan Jarang Beli (Rojali) dan Rombongan Hanya Nanya (Rohana) yang tengah menjadi perbincangan mencerminkan konsumen yang makin selektif dalam belanja. Situasi ini menjadi sinyal bahwa masyarakat sedang menyesuaikan pola konsumsi dengan kondisi terkini," tulis BI dalam akun instagram-nya.