Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menegaskan bahwa bayar pajak memiliki manfaat yang sama mulianya dengan zakat dan wakaf.
Menurutnya, setiap rezeki dan harta yang dimiliki seseorang mengandung hak orang lain yang bisa disalurkan melalui tiga jalur tersebut.
"Dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain. Caranya hak orang lain itu diberikan ada yang melalui zakat, wakaf, ada yang melalui pajak, dan pajak itu kembali kepada yang membutuhkan," ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Rabu (13/8/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah persepsi sebagian masyarakat yang menganggap pajak dapat menggantikan kewajiban zakat, atau sebaliknya.
Namun, pandangan tersebut keliru. Meski pajak dan zakat sama-sama bersifat wajib serta memiliki tujuan sosial, keduanya memiliki perbedaan mendasar dari segi hukum, filosofi, dan teknis.
Mengutip ulasan di situs resmi Muhammadiyah, dalam syariat Islam, zakat adalah perintah langsung Allah SWT yang hukumnya wajib bagi setiap Muslim dengan nisab dan tarif yang telah ditentukan.
Sementara itu, pajak adalah pungutan wajib yang ditetapkan pemerintah berdasarkan undang-undang untuk membiayai pembangunan dan kebutuhan negara.
Perbedaan lain terletak pada penerima manfaat. Zakat hanya disalurkan kepada delapan golongan yang telah diatur dalam Al-Qur'an, seperti fakir miskin, amil zakat, dan muallaf.
Di sisi lain, pajak dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan publik tanpa batasan agama atau kategori tertentu.
Sri Mulyani mengingatkan bahwa membayar pajak tidak menggugurkan kewajiban membayar zakat, begitu pula sebaliknya.
“Keduanya adalah instrumen penting, zakat untuk memenuhi perintah agama dan pajak untuk menjaga keberlangsungan negara,” tegasnya.
Data Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak hingga Juli 2025 mencapai Rp1.244,8 triliun atau 62,5 persen dari target APBN.
Di sisi lain, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melaporkan potensi zakat nasional bisa mencapai Rp327 triliun per tahun, namun realisasi pengumpulan baru sekitar Rp28 triliun pada 2024.
Dengan potensi besar dari keduanya, optimalisasi zakat dan pajak diyakini dapat mempercepat pengentasan kemiskinan dan mendorong pemerataan ekonomi di Indonesia.