- Mengajarkan manusia untuk menerima hidup dengan lapang dada.
- Mengingatkan bahwa kematian bukan akhir, melainkan jalan menuju kehidupan abadi.
- Simbol doa agar arwah diberi kelapangan menuju keabadian.
Batik slobog umumnya sederhana, berwarna gelap, dan tidak ramai motif. Justru kesederhanaannya mengandung doa serta penghormatan.
Dengan memilih batik slobog di HUT RI ke-80, Gustika seakan mengirim pesan bahwa bangsa ini sedang berada dalam suasana “berkabung” atas berbagai tragedi kemanusiaan.
Meski penuh kritik, Gustika menegaskan bahwa kecintaannya kepada Indonesia tidak pernah pudar.
“Bagiku, berkabung bukan berarti menutup mata. Berkabung adalah jeda untuk jujur menatap sejarah, memelihara ingatan, dan menagih hak rakyat dan janji-janji konstitusi kepada Republik Indonesia,” tulisnya.
Ia menutup pernyataan dengan doa panjang umur bagi Republik Indonesia, sejalan dengan makna batik slobog sebagai pengingat batas antara hidup dan mati, doa bagi yang pergi maupun yang tinggal.
Unggahan Gustika langsung menuai banyak respons. Warganet menyebutnya cantik sekaligus pemberani, karena memanfaatkan ruang simbolik kebaya hitam dan batik slobog untuk menyuarakan kritik sosial.
“Kusebut kau cantik dan pemberani,” tulis seorang warganet.
“Dia yang ngetik, gue yang deg-degan,” sahut yang lain.
“Kak Gustika, you really use your privilege to speak up,” komentar netizen lainnya.
Apa yang dilakukan Gustika Jusuf Hatta menunjukkan bahwa busana tradisional Jawa bukan hanya warisan budaya, melainkan media komunikasi penuh makna.
Baca Juga: HUT RI ke-80: Warga Garut Ungkap Alasan Haru Datangi Jakarta, Ternyata...
Kebaya hitam dan batik slobog yang biasanya hadir dalam prosesi kematian, di tangan cucu Bung Hatta, justru menjadi metafora untuk menggambarkan duka bangsa sekaligus doa akan keselamatan republik.