Suara.com - Lelah setelah menempuh perjalanan darat sejauh 118 kilometer dari Samarinda menuju Bontang, Kalimantan Timur, seketika luruh.
Bukan oleh angin sepoi-sepoi, melainkan oleh sapaan aroma laut yang berpadu mesra dengan wangi kuliner bahari yang menggoda.
Selamat datang di Bontang Kuala, sebuah perkampungan terapung otentik yang denyut nadinya sudah terasa sejak era 1920-an.
Deretan rumah panggung di atas air, dihubungkan oleh jembatan kayu ulin yang kokoh, seakan menarik kita untuk melangkah lebih dalam.
Namun, sebelum kaki sepenuhnya menapaki jembatan utama, sebuah rumah makan di dekat gerbang masuk seolah memanggil.
Di sinilah petualangan rasa dimulai, sebuah perkenalan dengan mahakarya kuliner yang menjadi jiwa dari Kota Taman ini: Gammi.
Gammi Bertemu Bawis
Gugahan selera meluap ketika sebuah hidangan tersaji di meja. Bukan di atas piring biasa, melainkan dalam cobek tanah liat yang masih panas dan mendidih.
Letupan-letupan kecil dari sambal yang membara menciptakan orkestra desisan yang wangi, menguarkan aroma pedas dan gurih yang seketika memenuhi udara.
Baca Juga: Aniva, Kawasan Kuliner dan Gaya Hidup yang Laris Manis di Gading Serpong: Apa Istimewanya?
Inilah dia, Gammi Bawis, sebuah persembahan kuliner di mana sambal gammi yang legendaris bertemu dengan ikan bawis, primadona perairan Bontang.
![Sambal gammi juga lezat disajikan dengan hidangan laut lainnya, seperti cumi hingga udang [Suara.com/ANTARA/HO-Cafe Batavia Bontang]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/18/51035-kuliner-cumi.jpg)
Satu suapan pertama langsung membuai lidah. Tekstur sambal yang sengaja dibuat kasar berpadu sempurna dengan terasi khas Bontang.
Rasa pedas yang nendang, asam segar dari tomat, dan gurihnya bawang merah menciptakan harmoni yang kompleks namun nikmat.
Uniknya, ikan bawis mentah diletakkan di atas ulekan sambal panas, lalu dimasak langsung di atas kompor.
Proses ini membuat daging ikan matang perlahan, menghasilkan tekstur yang lembut dengan cita rasa laut yang segar.
Rahasia di Balik Cobek Tanah Liat
Penggunaan cobek dari tanah liat bukanlah sekadar wadah, melainkan bagian krusial dari resep itu sendiri yang tak bisa ditawar.
"Kalau tidak pakai cobek, tidak enak. Ada rasa yang berbeda dan harum," ujar Ririn Sari Dewi, Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Timur yang sebelumnya lama berdinas di Bontang.
Panas yang tersimpan lama di dalam tanah liat tidak hanya menjaga hidangan tetap hangat hingga suapan terakhir.
Tetapi juga mengeluarkan aroma smoky khas yang tak bisa ditiru oleh wajan logam mana pun.
Dari Dapur Sederhana Menuju Panggung Nasional
Mengutip Antara, Gammi Bawis bukanlah hidangan yang baru diciptakan untuk pariwisata. Ia adalah warisan yang berakar kuat dari keseharian masyarakat Bontang Kuala.
Menurut penuturan warga setempat, hidangan ini adalah makanan sehari-hari bagi orang terdahulu.
"Karena dulu gammi dimakan dengan singkong juga," tutur seorang warga, mengisahkan kesederhanaan di masa lampau.
Istilah sambal gammi sendiri lahir dari filosofi sederhana: "kalau makan tanpa sambal itu tidak enak."
Dari dapur sederhana di perkampungan atas air, Gammi Bawis menjelma menjadi duta kuliner yang membanggakan.
Rentetan prestasi telah diukirnya, mulai dari Juara I di berbagai festival kuliner tingkat provinsi hingga dinobatkan menjadi juara terbaik se-Kalimantan di HUT TMII pada 2015.
Puncaknya, hidangan ini berhasil masuk nominasi 10 besar Anugerah Pesona Indonesia (API) 2017 dan pernah dicicipi langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Saat Gammi Bawis Resmi Jadi Milik Bontang
Setelah melalui berbagai upaya, pada tahun 2024, Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang berhasil mencatatkan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Indikasi Asal untuk Sambal Gammi Bawis.
Legalitas ini secara hukum menegaskan bahwa Gammi Bawis adalah warisan budaya dari Bontang.
"Hal ini tentunya memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan pariwisata dan ekonomi kreatif,” ungkap Rafidah, Kepala Dispoparekraf Bontang.
Dasar klaim ini sangat kuat, terutama karena keunikan bahan bakunya.
Ikan bawis yang menjadi bintang utama hidangan ini disebut hanya dapat ditemukan di perairan Bontang dan Lombok dengan kualitas rasa setara.
Keunikan geografis inilah yang menjadikannya tak bisa ditiru.
Jelajah Rasa Lainnya di Kota Taman
Selain Gammi Bawis, Bontang menyimpan harta karun kuliner lain yang wajib dicoba:
Nasi Bekepor: Nasi kaya rempah yang dimasak dalam ketel khusus hingga menghasilkan kerak lezat di bagian bawahnya. Biasanya disajikan dengan sambal raja.
Gangan Manok: Sup bening berisi bola-bola daging ayam giling yang lembut, disajikan dengan sayuran segar seperti oyong dan bayam.
Baronang Bakar: Ikan baronang segar yang dibumbui rempah khas lalu dibakar sempurna.
Keripik Bawis: Camilan gurih dan renyah yang dibuat dari kulit ikan bawis.
Es Rumput Laut: Minuman penutup yang menyegarkan, dibuat dari rumput laut segar, santan, dan sirup.
Meninggalkan Bontang Kuala, aroma gammi yang khas seakan masih melekat.
Ia bukan sekadar makanan, melainkan sebuah cerita tentang kearifan lokal, kesederhanaan, dan perjalanan sebuah rasa dari hidangan rumahan hingga menjadi kebanggaan nasional.
Tertarik mencoba sensasi sambal mendidih ini langsung di Bontang?
Atau punya kuliner khas daerahmu yang seunik ini? Bagikan ceritamu di kolom komentar!