Suara.com - Bagaimana sejarah siskamling? Pertanyaan ini mendadak muncul usai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) yang menginstruksikan pengaktifan sistem keamanan lingkungan alias siskamling di tingkat RT/RW.
Perintah ini tertuang dalam SE Nomor 300.1.4/e.1/BAK tanggal 3 September 2025 tentang Peningkatan Peran Satlinmas Terkait Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat (Trantibumlinmas) yang kondusif di tiap daerah.
Surat edaran itu mencakup tiga hal pokok. Pertama, meningkatkan peran Satlinmas dalam menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Kedua, peningkatan kewaspadaan dini RT/RW dengan diaktifkannya Siskamling dan pos ronda.
Ketiga, mekanisme pelaporan berbasis digital melalui Sistem Informasi Manajemen Perlindungan Masyarakat (SIM Linmas).
Tito Karnavian menyebut bahwa SE ini perlu diterapkan secara luas dan mengedepankan peran masyarakat.
“Sesuai arahan Mendagri, pelaksanaan SE harus diterapkan dengan mengedepankan peran serta dan partisipasi masyarakat secara luas, wadahnya adalah Satlinmas dan instrumennya adalah Siskamling,” ujar Safiizal Zakaria selaku Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil).
Melalui Safrizal, Tito Karnavian juga menyebut bahwa pemantauan terhadap penerapan Siskamling akan melibatkan pemerintah daerah.
"Dengan pemantauan langsung oleh jajaran Eselon I Kemendagri, maka pelaksanaan Surat Edaran ini dapat dikoordinasikan secara optimal dengan melibatkan unsur-unsur pemerintah daerah, Forkopimda maupun masyarakat secara luas nantinya sehingga secara konkret dapat terlaksana," kata Safrizal.
Baca Juga: Mendagri Tito Minta Pemda Gandeng Swasta Demi Tingkatkan PAD
Sejarah Siskamling
Siskamling atau sistem keamanan lingkungan sejatinya bukan hal baru di Indonesia. Tradisi menjaga keamanan lingkungan secara bergotong royong sudah dikenal sejak zaman nenek moyang melalui sistem ronda malam.
Pada masa penjajahan Belanda, masyarakat mengenal kegiatan serupa yang disebut wacht. Sistem ini digunakan pemerintah kolonial untuk menjaga ketertiban sekaligus mengawasi pergerakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, tradisi tersebut tidak serta-merta hilang. Justru, ronda malam dan siskamling berkembang menjadi wujud nyata partisipasi warga dalam menjaga keamanan bersama.
Puncaknya terjadi pada era 1980-an ketika pemerintah Orde Baru meresmikan Siskamling sebagai program nasional.
Setiap RT/RW diwajibkan memiliki pos ronda dan jadwal jaga yang melibatkan warga secara bergilir. Kala itu, siskamling identik dengan kentongan bambu yang dipukul sebagai tanda bahaya atau panggilan darurat.
Seiring perkembangan zaman, bentuk siskamling mulai beradaptasi. Dari sekadar ronda keliling, kini hadir pula sistem pelaporan berbasis digital seperti SIM Linmas yang dicanangkan pemerintah.
Namun, semangat dasarnya tetap sama, yaitu keamanan lingkungan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya aparat.
Apa Fungsi Siskamling?
Bagi Anda yang mungkin bertanya, sebenarnya apa fungsi siskamling? Secara umum, siskamling berfungsi untuk menjaga keamanan, meningkatkan kewaspadaan, dan mempererat solidaritas antarwarga.
Lebih detailnya, berikut beberapa fungsi pentingnya.
- Mencegah tindak kriminalitas. Kehadiran ronda dan penjagaan bergilir membuat pelaku kejahatan berpikir dua kali untuk beraksi di suatu wilayah.
- Membangun rasa aman. Dengan adanya pos jaga dan patroli, warga merasa lebih tenang karena ada pengawasan bersama.
- Sarana komunikasi warga. Siskamling sering kali menjadi ajang silaturahmi antarwarga. Saat ronda, masyarakat bisa saling berbincang, bertukar informasi, hingga membicarakan masalah lingkungan.
- Deteksi dini bencana atau masalah sosial. Petugas ronda biasanya orang pertama yang mengetahui jika ada kebakaran, banjir, atau keributan di lingkungan. Dengan begitu, tindakan cepat bisa dilakukan.
- Mendidik disiplin dan tanggung jawab. Karena dilakukan bergiliran, siskamling mengajarkan masyarakat untuk mematuhi jadwal serta berpartisipasi aktif demi kepentingan bersama.
Fungsi-fungsi tersebut menjelaskan mengapa siskamling masih relevan meskipun teknologi keamanan semakin berkembang. Kamera CCTV atau aplikasi pelaporan tidak akan efektif tanpa partisipasi warga yang aktif.
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri