KPK Susun 8 Agenda Antikorupsi untuk Capres-cawapres

Doddy Rosadi Suara.Com
Selasa, 03 Juni 2014 | 21:05 WIB
KPK Susun 8 Agenda Antikorupsi untuk Capres-cawapres
Capres-cawapres Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. [suara.com/Bowo Raharjo]

Suara.com - Demi terciptanya pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 yang berintegritas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Buku Putih yang dipersembahkan khusus bagi para pasangan calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2014-2019.

KPK berkeyakinan bahwa korupsi dan kelemahan sistem pemerintahan adalah akar masalah yang melanda bangsa ini. Korupsi adalah simptom dari rendahnya integritas institusi dan individu, serta adanya sistem yang tidak akuntabel.

“Tanpa memperbaiki integritas, suplai koruptor baru akan terus terjadi dan berbagai kasus korupsi baru akan terus bermunculan. Tanpa memperbaiki integritas, maka sebaik apa pun sistem yang diterapkan akan tetap muncul kolusi,” kata KPK dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/6/2014).

Karena itu, KPK berharap para pasangan calon bisa menyusun program kerja dan visi-misi berdasarkan 8 agenda dalam Buku Putih, serta merealisasikannya. Kedelapan agenda itu, antara lain, pertama, agenda reformasi birokrasi dan perbaikan administrasi kependudukan. KPK menilai, jalan paling mendasar untuk menata birokrasi adalah melalui reformasi birokrasi.

“Reformasi pengelolaan APBN dan APBD, misalnya, perlu dijadikan fokus program. Reformasi di sektor ini bertujuan memastikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap pengelolaan APBN dan APBD dilakukan secara akuntabel, transparan, dan berkeadilan serta meminimalisasi kebocoran anggaran,” jelas KPK.

Kedua, agenda pengelolaan sumber daya alam dan penerimaan negara. Berdasarkan penelitian dan pengkajian KPK, terdapat tiga sektor yang harus mendapatkan perhatian besar presiden mendatang, yakni pertambangan (khususnya mineral dan batubara), kehutanan, serta perikanan dan kelautan. Sektor pertambangan, misalnya, memberikan kontribusi sekitar 9 persen terhadap total pajak dalam negeri.

Pada dasarnya, potensi penerimaan pajak dari sektor pertambangan dapat lebih besar dari 9 persen, termasuk potensi penerimaan pajak yang bisa lebih tinggi dari yang diperoleh sekarang dari pertambangan batubara.

Ketiga, agenda ketahanan dan kedaulatan pangan. Keseriusan pemerintah dalam upaya swasembada pangan tercermin dari besarnya anggaran swasembada pangan, misalnya pada 2014 senilai 8,28 triliun rupiah untuk lima komoditas utama Bila tidak dikelola dengan baik, ini dapat memicu kerugian keuangan negara, baik dari aspek keuangan maupun non keuangan.

KPK juga melihat bahwa kebijakan importasi komoditas pangan strategis masih sangat lemah dalam melindungi petani lokal. Kelemahan pada kebijakan tata niaga meliputi arah kebijakan yang tidak tepat yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan negara dan kepentingan publik.

Keempat, agenda perbaikan infrastruktur. Hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia tahun 2009 yang dilakukan oleh KPK, menunjukkan persepsi masyarakat pengguna layanan pada layanan publik di lingkungan Kementerian Perhubungan masih belum memuaskan.

Sebagai contoh, skor potensi integritas pada layanan Uji Tipe dan Penerbitan Sertifikat Uji Tipe Kendaraan Bermotor di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat hanya mencapai 5,99 (peringkat 68), di bawah standar minimal KPK (6,0).

Hal ini menunjukkan, masih terdapat kelemahan dalam sistem pelayanan publik pada layanan tersebut yang merupakan celah terjadinya pemerasan atau suap.

Kelima, agenda penguatan aparat penegak hukum. Proses penegakan hukum harus akuntabel. Ini berarti bahwa proses pelaksanaan penegakan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dengan berbasiskan pada adanya kemanfaatan hukum dan keadilan bagi publik. Dengan sendirinya, peningkatan citra ositif aparat penegak hukum akan meningkat, seiring dengan kapasitas dan kompetensi dari aparat penegak hukum itu sendiri

Keenam, agenda dukungan pendidikan nilai integritas dan keteladanan. KPK mencermati bahwa akar penyebab korupsi adalah sistem yang buruk dan karakter individu yang cenderung korup. Buktinya adalah kasus tindak pidana korupsi yang semakin banyak dari tahun ke tahun. Orientasi kesuksesan hidup yang berdasar hanya pada materi, membuat nilai-nilai moral semakin “sepi” diajarkan di keluarga maupun lembaga formal.

Dampaknya, munculnya sikap permisif masyarakat dalam menghadapi kasus korupsi di lingkungannya. Tentu saja kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan merusak masa depan bangsa dan negara Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI