“Harus anak-anak, enggak boleh orang tua. Karena kan untuk leluhur, harus masih murni,” kata dia.
Acara seremoni Tawur Agung Kesanga tahun baru 1941 saka ini rencananya dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo. Namun, ia berhalangan hadir. Sejumlah tokoh mengikuti seremoni, di antaranya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Staf Khusus Presiden Ari Dipayana, Bupati Sleman Sri Purnomo, Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan Tri Mulyono, Ketua Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Umat PHDI Pusat I Wayan Gigin Samudra, Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat Wisnu Bawa Tanaya, dan sejumlah tokoh lain.
Wayan Gigin Samudra mengatakan Tawur Agung Kesanga tahun 1941 saka ini dihadiri sekitar 10 ribu orang. Ini merupakan rangkaian hari raya sebelum memasuki hari suci Nyepi.
Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui stafnya mengatakan, kegiatan tawur agung kesanga memiliki makna mengembalikan atau membayar. “Manusia mengambil sumber-sumber kekayaan alam semesta. Perilaku mengambil perlu diimbangi dengan memberi. Tawur Agung bermakna melepaskan sifat serakah yang ada pada diri manusia,” ujarnya seperti dibacakan Tri Mulyono.
Prosesi Tawur Agung Kesanga dilanjutkan ritual Nyepi yang dilakukan hari ini, Kamis (7/3/2019). Umat Hindu akan melakukan ritual Catur Brata Penyepian. Di dalamnya terdapat empat macam pantangan yang harus dilakukan, yaitu amati geni (tidak menyalakan api dan amarah), amati lelungan (tidak bepergian), amati lelanguan (tidak bersenang-senang), dan amati pekaryan (tidak bekerja).
Selama masa Nyepi, umat Hindu lebih banyak berdiam di rumah dan melakukan introspeksi diri. Cara ini diharapkan akan mensucikan diri dan membuat mereka lebih mengenal diri dan mengenal Tuhan.
“Setelah perayaan Nyepi, umat Hindu diharapkan terlahir kembali menjadi manusia baru yang diselimuti sifat-sifat mawas diri, eling, arif, dan bijaksana,” kata Menag.
Kontributor : Sri Handayani