Suara.com - Tanah Papua dengan bentang alam dan kekayaan geografisnya, serta paparan pegunungan dan hutan rimba, dan masih luasnya jangkauan antara wilayah satu dengan lainnya, menjadi tantangan dalam mengalirkan listrik ke rumah-rumah para penduduknya.
Dengan lokasi desa yang berjauhan dan faktor alat transportasi yang menantang, membuat PLN harus menyusun skenario alternatif untuk melistriki “Bumi Cendrawasih.”
Untuk itu, PLN meluncurkan program, 1.000 Renewable Energy for Papua, yang digelar di Kantor Pusat PLN, Jalan Trunojoyo, nomor 135, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, hari ini, 18 Oktober 2019.
“Berdasarkan data Kementerian ESDM, Rasio Elektrifikasi (RE) di Provinsi Papua adalah 94,28 persen dan Papua Barat 99,99 persen, sehingga saat ini RE di dua provinsi itu adalah sebesar 95,75 pesen, yang dicapai melalui kontribusi PLN (58,25 persen) program LTSHE (Lampu Tenaga Surya Hemat Energi) dari Kementerian ESDM dan listrik swadaya inisiatif pemda-pemda setempat.
Masih ada sekitar 1.724 desa yang gelap gulita, dari jumlah desa sebanyak 7.358 desa, oleh karena itu PLN meluncurkan Program 1.000 Renewable Energy for Papua sebagai tindak lanjut dari program Ekspedisi Papua Terang,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi F.X. Sutijastoto, yang mewakili Menteri ESDM Ignasius Jonan, dalam sambutannya saat peluncuran program di Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Perkiraan Rasio Elektrifikasi akhir tahun 2019 Provinsi Papua adalah sebesar 96,79 persen dan Provinsi Papua Barat sebesar 99,99 persen, dengan tambahan desa yang dilistriki oleh PLN sebanyak 399 desa dan LTSHE sebanyak 230 desa, sehingga akhir tahun 2019 masih ada 1.123 desa gelap gulita.
Direktur Regional Maluku dan Papua, Ahmad Rofik memaparkan, Program 1.000 Renewable Energy for Papua ini merupakan inisiatif strategis PLN untuk mencapai target rasio elektrifikasi 100 persen pada tahun 2020.
“PLN menggelar survei Ekspedisi Papua Terang di bulan Agustus-September 2018 yang melibatkan 165 mahasiswa pecinta alam dari 5 kampus perguruan tinggi negeri (Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Universitas Cendrawasih). Ekspedisi ini melibatkan juga LAPAN dan TNI AD. Tujuannya untuk mendapatkan data bagi keperluan penyusunan rencana paling efektif, melistriki ratusan desa di Provinsi Papua dan Papua Barat,” ujar Ahmad Rofik.
Data dari Ekspedisi Papua Terang, PLN pun memancangkan rencana pelistrikan untuk 1.123 desa, yang jumlahnya meningkat jauh dari rencana semula melistriki 415 desa.
Baca Juga: Kado Istimewa bagi Pelanggan, PLN Gelar Gebyar Kemerdekaan 2019
"Program lanjutan dari Ekspedisi Papua Terang inilah yang bertajuk Program 1000 Renewable Energy for Papua, Mewujudkan Papua Terang 2020,” imbuhnya.
Empat Alternatif Pembangkit Listrik EBT
Adapun Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN Ahmad Rofik menerangkan, dengan tantangan geografis, kerapatan hunian yang sangat rendah, dan infrastuktur yang terbatas, Program 1000 Renewable Energy for Papua dipandang sebagai solusi paling efektif untuk percepatan elektrifikasi di Papua dan Papua Barat melalui implementasi model Wireless Electricity. “Optimalisasi energi lokal berbasis energi baru terbarukan (EBT) juga diharapkan akan memperbaiki kinerja Bauran Energi sekaligus menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik,” jelas Ahmad Rofik.
Dari hasil kajian dan survei PLN, ada empat alternatif pembangkit listrik EBT yang ditawarkan dalam Program 1.000 Renewable Energy for Papua, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro; Tabung Listrik (Talis); Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm); serta PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Untuk Pikohidro, lebih cocok apabila diaplikasikan pada daerah yang memiliki perbedaan ketinggian.
Ahmad Rofik pun memaparkan rincian program pelistrikan di Papua dengan menggunakan keempat pembangkit listrik EBT tersebut. “Rincian jumlahnya, 314 desa direncanakan untuk dilistriki menggunakan teknologi tabung listrik (Talis), 65 desa menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan Pikohidro (PLTPH), 158 desa akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), 116 Desa dilistriki menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), 34 Desa dilistriki menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut, 184 desa akan diterangi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebanyak 151 set, serta selebihnya 252 desa rencananya akan disambungkan ke sistem jaringan listrik (grid) PLN yang telah ada” urai Ahmad Rofik.
Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro merupakan pembangkit skala sangat kecil yang memanfaatkan energi potensial air, untuk menghasilkan listrik berkapasitas hingga 5.000 Watt. Energi potensial air menggerakkan turbin, sedangkan turbin memutar generator, dan generator inilah yang dapat menghasilkan listrik.