"Mundurnya kinerja KPK tentu tidak bisa dilepaskan dari keputusan politik Pemerintah dan DPR dalam menentukan komisioner KPK saat ini. Padahal KPK selama ini merupakan salah satu pilar penting pemberantasan korupsi yang menunjang kenaikan skor CPI Indonesia," katanya.
Maka itu, ICW mendesak pemerintah dan berbagai pihak untuk melakukan beberapa hal.
Pertama, Presiden Joko Widodo segera memperkuat legislasi pemberantasan korupsi dengan memprioritaskan program legislasi nasional pada perbaikan Undang-undang Tipikor.
UU Perampasan Aset, UU Pembatasan Transaksi Tunai, dan mengembalikan semangat UU KPK lama melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kedua, Presiden Joko Widodo, melalui Program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) untuk lebih mengedepankan kemajuan dan hasil dari implementasi program daripada aspek seremonial.
Presiden harus bertanggung-jawab penuh untuk memastikan bahwa program pencegahan korupsi berjalan efektif di semua lembaga pemerintahan, termasuk BUMN dan BUMD.
Ketiga, Presiden Joko Widodo dan seluruh jajaran pemerintahan, serta para pejabat politik harus menyadari bahwa pemberantasan korupsi yang berhasil tidak dengan mengecilkan peran penindakan korupsi, tapi menempatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai ujung tombak yang sama kuat dan berdaya.
"Melihat proses judicial review yang sangat lama di Mahkamah Konstitusi, para hakim MK perlu menjadikan survei CPI 2020 sebagai salah satu pertimbangan penting dalam memutuskan permohonan Uji Materi perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi," katanya.
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot, Ini Jawaban KPK