Suara.com - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan kebijakan "nol toleransi" terhadap COVID yang dianut China bukan kebijakan yang bisa dilakukan dalam jangka panjang, melihat apa yang sudah diketahui mengenai virus tersebut sekarang.
Dalam komentar yang jarang dilakukan terhadap bagaimana pemerintah sebuah negara menjalankan kebijakan menangani pandemi COVID-19, Dirjen WHO tersebut mengatakan dalam 'briefing' kepada wartawan pendapat mereka tentang bagaimana "kebijakan itu tidak bisa berkelanjutan melihat perilaku virus dan apa yang kita antisipasi akan terjadi di masa depan".
"Kami sudah mendiskusikan masalah ini dengan pakar China dan kami mengatakan pendekatan sekarang bisa berkelanjutan. Saya kira perubahan kebijakan akan menjadi sangat penting."
Dia mengatakan bahwa bertambahnya pengetahuan mengenai virus dan teknologi yang sudah berkembang untuk memerangi virus juga menunjukkan perlunya strategi baru.
WHO: masalah HAM juga perlu dipertimbangkan
Pernyataan WHO ini muncul menyusul pernyataan para pemimpin China yang menegaskan akan terus menerapkan kebijakan ketat untuk memberantas COVID.
Pemerintah juga mengancam akan menindak warga yang memberikan kritik di dalam negeri, walau kebijakan ketat tersebut mulai berpengaruh terhadap negara dengan perekonomian kedua terbesar di dunia tersebut.
Berbicara setelah Dirjen Tedros, direktur keadaan darurat WHO Mike Ryan mengatakan dampak kebijakan "nol toleransi" terhadap hak asasi manusia juga perlu mendapat perhatian.
"Kami selalu mengatakan sebagai WHO bahwa kita harus menjalankan kebijakan yang seimbang dalam menanggulangi kasus dengan dampak yang dirasakan masyarakat, dampak terhadap ekonomi, dan ini memang bukan hal yang mudah dilakukan," kata Ryan.
Dia juga mengatakan bahwa secara keseluruhan China hanya mencatat 15 ribu kematian sejak virus ini pertama kali dideteksi di kota Wuhan akhir tahun 2019, jumlah yang relatif rendah dibandingkan korban hampir 1 juta orang di China, lebih dari 664 ribu orang di Brasil, dan lebih dari 524 ribu orang di India.
Dengan keadaan seperti itu, Mike Ryan mengatakan bisa dimengerti bila China mengambil kebijakan ketat untuk mencegah penyebaran virus.