Ketentuan tersebut di atas mendapatkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk para warganet. Mereka menilai pasal tersebut adalah sebuah bentuk kemunduran dalam sistem demokrasi di Indonesia.
"Welcome back orba," sentil warganet.
"Amerika gak kek gini perasaan. Dihukum baru kalau ada ancaman pembunuhan," komentar warganet.
"Lah kan mereka yang menghinakan diri mereka sendiri, lawak," sentil warganet.
"Mampu gak orang DPR menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat? Bila sudah tidak mampu menjalankan tugas yang sudah diamanatkan dan diembankan oleh rakyat, berani tidak kalian melepaskan jabatan kalian? Anda bisa membuat aturan yang membuat gerak rakyat terbatasi, tapi terkadang kalian sendiri tidak mau dibatasi. Kadang tidak sadar pada perilaku sendiri," protes warganet.
Kritikan mengenai pasal tersebut juga dilontarkan oleh salah satu aktivis, yakni Nico Silalahi. Melalui akun Twitternya, Nico menilai aturan tersebut jelas bisa menjadi alat atau senjata untuk membungkam kebebasan bersuara di Indonesia.
“Saat pembantu kerja gak becus dan ingin dipuji, sialnya malah membungkam mulut tuannya sehingga dimunculkan berbagai aturan untuk membatasi kebebasan bersuara. Kalau gak mau dicaci maka jangan numpang hidup dari pajak rakyat kalian. Kok ga sekalian kalian hidupkan UU Subversif?" kritik Nico Silalahi.
Kontributor : Damayanti Kahyangan
Baca Juga: Ketua AJI: Banyak Pasal Karet, RKUHP Ancam Kebebasan Kerja Jurnalis