Penolakan RUU TNI Ramai di Medsos, Dasco Bantah Soal Dwifungsi: Kita Jaga Supremasi Sipil

Senin, 17 Maret 2025 | 12:31 WIB
Penolakan RUU TNI Ramai di Medsos, Dasco Bantah Soal Dwifungsi: Kita Jaga Supremasi Sipil
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. (Suara.com/Bagaskara)

"Dan itu kemudian dibahas di komisi 1 termasuk kemudian mengundang partisipasi publik," pungkasnya.

Sebelumnya koalisi masyarakat sipil menggeruduk rapat tertutup yang dilakukan Komisi I DPR RI di hotel Fairmont, Jakarta pada Sabtu (15/3/2025).

Mereka memprotes soal rapat tersebut dilakukan tertutup, terkesan menyembunyikan sesuatu dari publik.

Saat merangsek masung ke dalam ruang rapat mereka langsung ditarik dan didorong oleh orang yang disinyalir sebagai prokoler.

Diketahui berdasarkan UU TNI nomor 34 tahun 2004, dalam Pasal 47 UU TNI yang masih aktif saat ini, ada 10 kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni kantor Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara.

Kemudian Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Nantinya saat revisi UU ini disetujui, maka ada 6 enam pos baru di kementerian/ lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Kata Pakar

Rencana DPR lakukan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI dapat penolakan dari publik karena dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi militer.

Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara Jelaskan Bahayanya Dwifungsi Militer Bila Masuk Dalam Revisi UU TNI

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Bivitri Susanti, menjelaskan bahwa ada beberapa aturan dalam RUU TNI itu yang memang harus disoroti.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. [Suara.com/Dea]
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. [Suara.com/Dea]

Salah satu yang krusial ialah potensi adanya bisnis militer, hal serupa yang juga pernah terjadi ketika masa orde baru.

Bivitri menjelaskan bahwa aturan dalam UU TNI memang tidak tertulis secara rinci mengenai bisnis militer. Akan tetapi, dia meminta publik untuk memahami arti UU secara lebih luas.

"Kita kalau membaca undang-undang itu memang harus beyond text, harus melampaui apa yang tertulis. Karena misalnya saja kalau untuk bisnis militer itu memang kata-katanya tidak seperti misalnya semua TNI, anggota TNI bisa melakukan bisnis, nggak seperti itu. Tapi hanya kata-kata yang pada intinya memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi," kata Bivitri dalam diskusi online bersama Koreksi, Minggu (16/3/2025) malam.

"Sehingga kemudian yang disampaikan kepada masyarakat adalah misalnya, oh ini untuk istri prajurit yang harus buka warung. Padahal kita paham maksudnya bukan itu," Bivitri menambahkan

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI