Semarang Darurat Korupsi, 6 Bulan, 6 Kasus: Uang Rakyat Dikemanakan?

Kamis, 24 Juli 2025 | 16:09 WIB
Semarang Darurat Korupsi, 6 Bulan, 6 Kasus: Uang Rakyat Dikemanakan?
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang Indriyasari saat diperiksa menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap mantan Wali Kota Semarang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (30/6/3025). [ANTARA/I.C. Senjaya]

Suara.com - Sebuah data mengejutkan beredar, 6 Kasus Korupsi di Kota Semarang dalam 6 Bulan.

Angka ini bukan sekadar statistik hampa. Ini adalah alarm bahaya yang berbunyi nyaring di telinga setiap warga.

Jika dihitung rata-rata, artinya setiap tiga puluh hari, sebuah skandal korupsi baru terungkap di kota lumpia. Gila, bukan?

Korupsi bukan lagi isu elite yang jauh dari jangkauan. Dampaknya terasa langsung di kehidupan sehari-hari.

Jalanan yang rusak tak kunjung diperbaiki, layanan publik yang berbelit-belit dan lamban, hingga proyek-proyek pembangunan yang mangkrak.

Semua itu adalah wujud nyata dari dana rakyat yang dicuri.

Uang yang seharusnya mengalir untuk kesejahteraan warga, justru masuk ke kantong-kantong pribadi oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab.

Lingkaran Setan Korupsi di Balai Kota

Pesan "Kalau ini dibiarkan, siapa lagi yang bakal jaga anggaran kota?" menjadi semakin relevan ketika kita melihat kasus-kasus besar yang mengguncang Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang belakangan ini.

Baca Juga: Ekonomi Pancasila Vs Kapitalis: Mana yang Lebih Baik? Kasus Tom Lembong Buka Tabir Perbedaan

Kepercayaan publik sebagai modal utama terkikis habis oleh serangkaian penangkapan dan penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satu kasus yang paling menyita perhatian adalah yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (akrab disapa Mbak Ita), beserta suaminya, Alwin Basri.

KPK mengusut setidaknya tiga dugaan korupsi sekaligus di lingkungan Pemkot Semarang, yang meliputi:

-Pengadaan barang dan jasa tahun 2023-2024.

-Dugaan pemerasan terkait insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah.

-Penerimaan gratifikasi selama periode 2023-2024.

Kasus ini tidak berdiri sendiri. Sejumlah nama lain turut terseret dan bahkan ditahan oleh KPK, seperti Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang, Martono, dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.

Bahkan, dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan meja dan kursi senilai Rp18 miliar di Dinas Pendidikan, sempat mencuat istilah "Titipan Bapake", yang mengindikasikan adanya intervensi kekuasaan dalam proyek publik.

Dugaan korupsi di Kota Semarang. (Instagram/@ngulikdana)
Dugaan korupsi di Kota Semarang. (Instagram/@ngulikdana)

Warga Semarang, Saatnya Buka Mata

Kasus-kasus besar yang terungkap ini hanyalah puncak dari gunung es.

Statistik "rata-rata 1 kasus korupsi muncul setiap 30 hari" menunjukkan bahwa praktik lancung ini mungkin sudah mengakar dan sistematis.

Pejabat yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat justru berkhianat, menggerogoti anggaran yang menjadi hak seluruh warga Semarang.

Sikap apatis dan diam adalah pupuk paling subur bagi korupsi.

Saatnya warga Semarang berhenti menjadi penonton. Jangan biarkan para pejabat membodohi Anda dengan citra dan janji manis, sementara di belakang layar mereka merampok uang rakyat.

Apa yang bisa kita lakukan?

Awasi Anggaran: Cari tahu bagaimana APBD Kota Semarang dialokasikan. Apakah sudah tepat sasaran untuk kebutuhan publik?

Tuntut Transparansi: Desak pemerintah kota untuk transparan dalam setiap proyek dan pengadaan barang/jasa.

Jangan Takut Melapor: Jika menemukan kejanggalan, manfaatkan kanal-kanal pengaduan yang ada.

Pilih dengan Cerdas: Gunakan hak pilih Anda dalam setiap pemilihan untuk memilih pemimpin yang terbukti berintegritas, bukan mereka yang memiliki rekam jejak korupsi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI