Anak-anak yang baru berusia 9 dan 11 tahun itu harus menanggung luka fisik akibat serangan yang tak pernah mereka bayangkan.
3. Dalih ‘Miskomunikasi’ vs Fakta di Lapangan
Wali Kota Padang, Fadly Amran, menyebut insiden ini dipicu oleh "miskomunikasi".
Namun, narasi ini terasa dangkal jika dihadapkan pada fakta jika rumah doa tersebut bukan gereja ilegal.
Pendeta Dachi menegaskan bahwa lokasi itu adalah rumah doa untuk pendidikan anak, bukan gereja untuk ibadah umum.
Selain itu juga disebutkan juga, jika aktivitas tersebut sudah berlangsung sejak lama.
Kegiatan pembinaan rohani ini disebut sudah berjalan enam tahun, berpindah-pindah dari rumah jemaat sebelum akhirnya dipusatkan di lokasi tersebut.
Pihaknya mengaku telah melaporkan kegiatan tersebut kepada ketua RT setempat dan mendapat respons positif.
Ketua FKUB Padang, Salmadanis, memang menyebut informasi tidak sampai ke tingkat RW, sehingga "warganya tidak tahu itu rumah pendidikan".
Baca Juga: PKUB Kemenag Sayangkan Insiden Perusakan Rumah Doa di Padang
Akan tetapi, ketidaktahuan tidak pernah bisa menjadi pembenaran untuk main hakim sendiri dan melakukan kekerasan brutal, terutama terhadap anak-anak.
4. Respons Aparat: 9 Pelaku Diciduk
Kepolisian bergerak cepat setelah insiden viral.
Wakapolda Sumatera Barat, Brigjen Pol Solihin, menegaskan bahwa penegakan hukum akan berjalan tanpa kompromi.
Sembilan orang terduga pelaku telah diamankan, dan jumlahnya kemungkinan bisa bertambah.
"Polisi tentu akan menindaklanjuti. Kita minta jangan ada masyarakat yang main hakim sendiri. Siapa yang berbuat, dia akan bertanggungjawab,” tegas Brigjen Pol Solihin.