Tak Hanya Obat Palsu, BPOM Perketat Pengawasan Kosmetik dan Skincare Ilegal

Vania Rossa Suara.Com
Selasa, 23 September 2025 | 08:37 WIB
Tak Hanya Obat Palsu, BPOM Perketat Pengawasan Kosmetik dan Skincare Ilegal
Ilustrasi skincare ilegal mengandung merkuri (Pixabay/stux)
Baca 10 detik
  • Tak hanya obat, produk kosmetik dan skincare kini juga jadi fokus pengawasan ketat oleh BPOM.
  • BPOM mendorong partisipasi publik untuk mencegah peredaran produk berbahaya sebelum meluas.
  • Pelanggaran diklasifikasikan dalam tiga kategori: palsu, substandar, dan ilegal.

Suara.com - Pengawasan produk kesehatan di Indonesia kini semakin ketat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa bukan hanya obat-obatan, tetapi kosmetik dan skincare ilegal juga menjadi target pengawasan.

Pernyataan itu disampaikan Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam workshop bertajuk “Beyond Borders: Tackling Emerging Threats of Counterfeit Medicines in Public Health”, yang digelar bersama Pharmaceutical Security Institute (PSI) di Auditorium Gedung Merah Putih BPOM, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

“Bukan hanya berhubungan dengan pharmaceutical, walaupun itu utama, karena risikonya paling tinggi, termasuk skincare,” ujar Taruna.

Taruna juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan produk obat-obatan, kosmetik, dan skincare. Hal ini diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 16 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Obat dan Makanan.

“Masyarakat yang kami maksud bukan hanya individu, tetapi juga komunitas dan organisasi kemasyarakatan. Kita upayakan pada pencegahan, sebelum pelanggaran terjadi,” tambahnya.

BPOM kemudian mengklasifikasikan pelanggaran dalam tiga kategori: produk palsu (meniru produk asli secara ilegal), produk substandar (tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan), dan produk ilegal (tidak memiliki izin edar resmi).

“Misal kosmetiknya mengandung bahan berbahaya seperti merkuri atau hidrokuinon, atau obat yang kualitasnya seharusnya 500 mg tapi isinya hanya 250 mg, itu masuk kategori substandar,” jelas Taruna.

Ia juga mengingatkan bahwa peredaran produk ilegal seringkali melibatkan sindikat, baik dalam negeri maupun internasional.

“Karena mereka mau mencari keuntungan, pasti ada sindikatnya. Contoh paling konkret, obat-obat yang berhubungan dengan narkotik, obat psikotropik, biasanya dia punya sindikat,” ungkapnya.

Baca Juga: Buat Surat Terbuka, Nikita Mirzani Minta BPOM Jadi Saksi Ahli di Sidang Kasusnya Lawan Reza Gladys

Workshop ini turut menghadirkan perwakilan industri farmasi global, Interpol, hingga marketplace seperti Shopee Singapore dan Halodoc Indonesia untuk berbagi best practices dalam memerangi peredaran produk farmasi palsu.

Reporter : Nur Saylil Inayah

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI