Penyebab Keracunan MBG di Cipongkor dan Ketapang: BGN Tawarkan Solusi Baru

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 26 September 2025 | 05:57 WIB
Penyebab Keracunan MBG di Cipongkor dan Ketapang: BGN Tawarkan Solusi Baru
Siswa keracunan makanan setelah menyantap MBG menjalani perawatan medis di Posko Penanganan Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). ANTARA/Abdan Syakura

Suara.com - Keracunan massal program makan bergizi gratis (MBG) terjadi di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Penyebab keracunan MBG Cipongkor dan Ketapang Kalimantan Barat masih terus diselidiki.

Sebagai informasi, keracunan MBG di Cipongkor menelan 911 pelajar. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menginstruksikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terlibat untuk segera memperbaiki pola memasak dan distribusi guna mencegah terulangnya kejadian serupa.

Keterangan tersebut disampaikan Dadan ketika meninjau langsung Posko Penanganan di Cipongkor.

Dugaan sementara, keracunan terjadi akibat adanya kesalahan teknis dari SPPG yang memasak terlalu awal, sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum didistribusikan.

Keterangan awal menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan didiamkan terlalu lama.

Sebagai solusinya, Dadan meminta mereka mulai masak di atas jam 01.30, agar waktu antara proses memasak dengan pengirimannya tidak lebih dari 4 jam.

Sebelumnya, Dadan juga mengakui bahwa SPPG  di Cipongkor baru beroperasi. Menurutnya, idealnya, dapur MBG seharusnya dijalankan secara bertahap, dimulai dari beberapa sekolah dengan skala kecil untuk pembiasaan sebelum diperluas cakupannya.

Namun, dalam kasus ini, dapur tersebut langsung memasak dalam jumlah besar, yang kemudian menimbulkan kendala teknis dan memicu insiden keracunan.

"Seharusnya dimulai dari dua hingga tiga sekolah dulu sampai terbiasa. Tapi SPPG kali ini langsung dalam jumlah besar, itu yang menyebabkan kesalahan teknis,” katanya, mengidentifikasi akar masalah pada manajemen operasional skala besar yang belum matang.

Baca Juga: Makanan Bergizi Gratis Berujung Petaka: Puluhan Pelajar di Bandung Barat Dilarikan ke RS

Padahal, seharusnya percepatan program tidak boleh mengesampingkan standar keamanan.

Meskipun diwarnai insiden, Dadan menyampaikan apresiasi kepada tenaga medis, relawan, aparat, dan pemerintah daerah (pemda) yang telah sigap menangani para korban. 

Kendati demikian, Dadan juga menyoroti adanya kebutuhan yang masih perlu ditingkatkan, mulai dari ketersediaan obat-obatan hingga fasilitas dasar di lokasi penanganan darurat.

Dugaan Keracunan MBG di Ketapang

Sementara itu, sedikitnya 25 orang mengalami keracunan MBG di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Rincian korban terdiri dari 24 siswa dan 1 guru SDN 12 Benua Kayong.

Penyebab keracunan diduga lantaran menu ikan hiu yang tinggi merkuri. Saat ini para korban dirawat di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang.

Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi menyoroti adanya menu hiu. Dia menyebut pemilihan menu itu sebagai keteledoran. SPPG dinilai tidak teliti dalam memilih menu yang dibeli dari tempat pelelangan ikan lokal.

Menu hiu juga tak lazim disantap dalam MBG. Seharusnya SPPG mampu mengkurasi menu yang digemari pelajar. Selama ini, ikan hiu bukan menu yang umum disantap.

Di samping itu, ditemukan fakta bahwa SPPG yang beroperasi di Ketapang banyak yang belum mengumpulkan dokumen wajib.

Kepala Satgas MBG Ketapang Rajiansyah menyebut berdasarkan hasil monitoring sejumlah SPPG tidak mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) seperti dipersyaratkan saat pendaftaran.

Bukan hanya itu, SPPG juga tidak memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) serta sertifikat halal. 

Padahal ketiga syarat tersebut seharusnya dipenuhi sebelum SPPG beroperasi karena menyangkut keamanan pangan. Dengan tidak terpenuhinya sertifikat higiene dan sanitasi maka kebersihan, termasuk pembuangan limbah olahan pangan dan tidak terstandardisasi.

Keadaan ini menimbulkan risiko terhadap kesehatan pelajar karena menyantap makanan yang tidak higienis.

Kendati demikian, pengelola MBG beralasan kelengkapan berkas NIB, sertifikat halal, dan SLHS belum menjadi prioritas di awal pelaksanaan MBG.

Para pengelola beralasan percepatan program membuat SPPG mengesampingkan sistem administrasi demikian diterangkan Agus Kurniawi. 

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI