Kedua teknologi ini dianggap berisiko tinggi, dan AS berencana melarang teknologi yang diproduksi di China, termasuk produsen mobil Eropa yang menggunakan komponen China untuk modul komunikasi.

Keputusan ini didasari oleh upaya China yang berhasil menyematkan malware pada jaringan infrastruktur penting AS.
Sedangkan risiko signifikan pada sistem pengemudi otomatis adalah potensi entitas China untuk mengendalikan kendaraan dari jarak jauh, yang bisa mengakibatkan kecelakaan atau mogok.
Meskipun kekhawatiran tentang peretasan mobil telah lama terjadi. Namun sejauh ini belum terdapat kasus yang mengakibatkan mobil berhenti secaraa massal yang berujung pada kekacauan lalu lintas.
Namun, kemungkinan penggunaan sistem konektivitas mobil untuk spionase tetap tinggi. Pasalnya sistem ini dapat mengakses panggilan, pesan teks, navigasi, bahkan merekam percakapan dan mengirimnya ke pihak ketiga.
![Ilustrasi salah satu konsep mobil otonom. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2016/08/26/o_1ar32qhr4j2d1q38gde1bj21d4sa.jpg)
Selain itu, mobil yang terhubung ke jaringan listrik untuk pengisian ulang dinilai berpotensi menyediakan akses ke infrastruktur penting, mirip dengan insiden di mana asisten virtual secara tidak sengaja merekam aktivitas rumah tangga.
Perdebatan Mobil Terkoneksi Internet
Isu akses data dari mobil yang dapat terhubung internet memang sempat menjadi perdebatan. Undang-undang China sendiri mewajibkan perusahaan untuk membantu keperluan intelijen negara.
China bahkan pernah melarang mobil Tesla yang bisa terhubung ke internet untuk bisa melintasi area sensitif pemerintahan. Walaupun larangan ini kemudian dicabut setelah Tesla menjamin kepatuhan terhadap peraturan pengumpulan data China.
Baca Juga: 4 Cara Bikin Cuan Tanpa Modal Gede dari Hobi Otomotif, Bisa Jadi Sultan
Ancaman semacam ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya mobil yang dapat terhubung dengan internet.