- Harga Jual Anjlok: Mobil listrik bekas bisa anjlok 35-60% per tahun, kontras dengan mobil bensin.
- Bensin & Hybrid Perkasa: Depresiasi mobil bensin dan hybrid jauh lebih stabil, hanya sekitar 10-15% per tahun.
- Faktor Penghambat EV: Kendala pembiayaan dari leasing jadi tembok besar bagi pasar mobil listrik bekas di Indonesia.
Suara.com - Mobil listrik (EV) boleh jadi bintang di pameran GIIAS 2025, tapi di pasar mobil bekas, ceritanya sangat berbeda. A
Panggung otomotif memang selalu dihiasi gemerlap teknologi baru, namun data dari pasar mobil bekas adalah realitas yang tak bisa diabaikan.
Bagi konsumen Indonesia, satu faktor krusial yang jadi penentu adalah harga jual kembali atau resale value.
Berdasarkan data dari OLXmobbi, mitra resmi trade-in di GIIAS 2025, menunjukkan fakta yang sangat jernih dan mungkin mengejutkan bagi para penggiat EV.
"Sang raja tua", yaitu mobil bermesin bensin (ICE) dan hybrid (HEV), ternyata masih berdiri kokoh, menolak tunduk pada gempuran mobil listrik.
Jurang Depresiasi yang Bikin Ngeri

Inilah momok menakutkan bagi setiap pemilik kendaraan: depresiasi, atau penyusutan nilai jual yang brutal.
Perbedaan antara mobil konvensional dan mobil listrik dalam hal ini sangat kontras, bahkan bisa dibilang ekstrem.
Data di platform jual beli mobil bekas menunjukkan jurang yang menganga lebar.
Baca Juga: Wuling Rilis Mobil Listrik Rp140 Jutaan, Fast Charging Cuma 35 Menit
Mobil Bensin & Hybrid (ICE & HEV) punya senyum paling lebar.
Depresiasi tahunannya sangat stabil, hanya di kisaran 10 persen - 15 persen saja. Angka ini membuat pemiliknya bisa tidur nyenyak karena nilai asetnya tidak tergerus banyak.
Mobil Listrik Murni (BEV) malah bikin menangis.
Angka depresiasinya anjlok secara brutal, mencapai 35 persen - 60 persen per tahun.
Artinya, dalam setahun, Anda bisa kehilangan lebih dari separuh harga mobil Anda.
Mengapa Harga Jual EV Terjun Bebas?